Anak-anak Palestina ‘Pegang Rekor Amputasi’ dalam Sejarah Kontemporer

Share

POROS PERLAWANAN– Genosida yang dilakukan Israel selama 9 bulan di Gaza telah menyebabkan ribuan anak Palestina hidup dengan sedikitnya satu anggota tubuh yang diamputasi.

Dilansir Fars, stasiun televisi TRT pada hari Rabu 17 Juli melaporkan, ahli bedah plastik berdarah Palestina-Inggris Dr. Ghassan Abu Saytah memperkirakan bahwa sekarang sekitar 5.000 anak telah diamputasi.

Laporan ini menyebutkan bahwa sesuai pengumuman UNICEF, angka ini meningkat drastis dibandingkan akhir tahun lalu. ‘Hanya’ 1.000 anak di Gaza yang tahun lalu terpaksa menjalani amputasi satu atau kedua kaki mereka. Ini bukti bahwa proyek genoside Israel sama sekali tidak berkurang.

“Ini adalah kelompok amputasi anak terbesar dalam sejarah. Lantaran Israel masih terus menggempur Gaza dan menghalangi masuknya bantuan dan barang-barang urgen ke Gaza, sangat sulit melakukan tindak kesehatan demi pelayanan medis untuk anak-anak ini,” kata Dr. Saytah.

Gazal (4 tahun) terkena peluru tank saat ia dan keluarganya akan menyelamatkan diri ke selatan Gaza pada November 2023.

“Tank menyebabkan putri saya kehilangan kakinya. Dokter mengamputasi kakinya tanpa fasilitas memadai sampai putri saya menjerit kesakitan,” tutur ibu Gazal.

Bukan hanya Gazal saja. Banyak amputasi dilakukan di Gaza dalam durasi lama tanpa menggunakan obat bius.

Raytaj (8 tahun) selamat dari serangan udara Israel yang menewaskan keluarganya. Bocah perempuan itu ditemukan dalam keadaan hidup setelah tertimbun reruntuhan selama 2 hari. Setelah beberapa kali operasi, para dokter terpaksa mengamputasi kakinya. Kini dia berusaha memulihkan diri.

“Tiap hari saya tidak bisa tidur karena suara bombardir. Namun saya mencoba bertahan,” kata Raytaj.

Seorang remaja bernama Muhammad tergeletak di atas tanah selama 2 jam, sampai akhirnya orang-orang yang lewat membawanya ke rumah sakit al-Ahli. Tak berapa lama, ia dipindahkan ke rumah sakit Kamal Adwan. Muhammad menjalani operasi di sana. Sekarang ia lumpuh dari pinggang ke bawah dan tidak bisa menggunakan kakinya.

“Sebelum ini saya gemar bermain dengan teman-teman. Saya kehilangan beberapa teman akibat perang. Namun kini saya tidak bisa bermain karena lumpuh. Dahulu saya sering bermain bola sebagai penjaga gawang,” kata Muhammad.