Gagal Targetkan Ayatullah Ali Khamenei, Israel Bidik Esmail Qaani

Share

POROS PERLAWANAN – Selama setahun terakhir, operasi militer Israel di Gaza dan Lebanon sebagian besar mengalami kegagalan politik dan strategis bagi rezim apartheid Zionis. Menghadapi kebuntuan ini, Israel beralih ke taktik pembunuhan terencana, menyasar tokoh-tokoh penting Perlawanan untuk melemahkan Kelompok Perlawanan dengan menebar ketakutan dan rasa terasing di kalangan mereka.

Meskipun serangan teroris Israel telah menewaskan sejumlah pemimpin penting Perlawanan sejak 7 Oktober 2023, namun belum ada yang mampu memicu propaganda sebesar pembunuhan Sekretaris Jenderal Hizbullah, Sayyid Hasan Nasrallah, pada 27 September 2023. Insiden ini memicu manipulasi media besar-besaran, dengan Israel berusaha mengeksploitasi kematian tersebut untuk menghancurkan fondasi Perlawanan, memecah-belah, dan memberikan ketakutan kepada anggotanya.

Mesin propaganda Israel bergerak cepat, menggunakan Muhammad Ali Al-Husseini, mantan anggota Hizbullah dan kini Sekretaris Jenderal Dewan Islam Arab, untuk menuding bahwa Iran telah “menjual” Sayyid Nasrallah kepada AS dan Israel. Sehari sebelum kesyahidan Sekjen Hizbullah, dalam sebuah wawancara dengan saluran berita Saudi Al-Arabiya, Al-Husseini mengatakan, “Tulis surat wasiatmu. Iran telah mengkhianatimu dan kelompokmu.”

Setelah pembunuhan Sayyid Nasrallah, media-media nasional Saudi lain bergabung dengan Al-Arabiya dalam mempromosikan Al-Husseini. Mantan anggota Hizbullah ini pernah ditangkap otoritas Lebanon karena spionase untuk Israel, dan setelah mendapatkan kewarganegaraan Saudi pada 2021, ia diketahui memiliki hubungan dengan kelompok teroris seperti MKO, yang bertanggung jawab atas kematian lebih dari 17.000 warga Iran.

Demi memperkuat narasi Perlawanan yang terpecah dan ketakutan, beberapa media Indonesia, seperti Kompas, Detik, dan Tribunnews, ikut membangun narasi yang kompak dengan media Zionis. Media-media itu melaporkan bahwa Ayatullah Sayyid Ali Khamene’i telah dipindahkan ke “lokasi yang aman” untuk menghindari nasib serupa dengan Sayyid Hasan Nasrallah. Namun, narasi ini runtuh ketika pada 1 Oktober Iran meluncurkan “Operasi True Promise II”, dengan menembakkan hampir 200 rudal balistik hipersonik ke pangkalan-pangkalan militer Israel. Beberapa hari kemudian, Ayatullah Khamene’i memimpin salat Jumat di Tehran di hadapan ribuan warga Iran.

Saat ini, rezim Zionis, bersama media Barat dan Arab pro-Zionis yang didukung media nasional Indonesia, beralih taktik dengan menargetkan Brigadir Jenderal Esmail Qaani, Komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Quds. Berbagai rumor disebarkan, mulai dari narasi bahwa Qaani terbunuh atau terluka di Beirut, hingga tuduhan spionase untuk Israel, tahanan rumah, atau serangan jantung selama interogasi. Semua narasi ini muncul tanpa bukti.

Propaganda dan kebohongan yang disebarkan terhadap Perlawanan tidak akan berhenti di sini. Karenanya, media Perlawanan harus bersikap kritis, waspada, dan menganalisis setiap laporan dari media Barat dan Arab pro-Zionis secara mendalam. Mereka tidak boleh menerima informasi mentah-mentah, karena tujuan utama dari propaganda ini adalah untuk melemahkan moral Perlawanan dan membingkainya sebagai pihak yang terpecah, lemah, dan takut. Media Perlawanan harus melawan perang informasi ini dengan akurasi, objektivitas, dan ketegasan dalam menyampaikan kebenaran.

Dalam perang fisik di Palestina dan Lebanon, media telah menjadi salah satu senjata utama rezim Zionis dalam menjalankan operasi psikologis (PsyOps). Pengalaman menunjukkan bahwa profesionalisme media pro-Zionis sering kali dipertanyakan. Alih-alih menyajikan fakta objektif, mereka lebih mengutamakan propaganda, seperti yang terlihat dalam liputan di kedua perang ini, di mana informasi bias dan manipulatif diprioritaskan untuk membentuk opini publik demi kepentingan politik dan menutupi kekalahan telak rezim Israel. [PP/MT]