Inilah Penyebab Murka AS-Israel terhadap Rekonsiliasi Iran-Saudi

Share

POROS PERLAWANAN – Belum seminggu berlalu sejak diumumkannya kabar rekonsiliasi Iran-Saudi, namun Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran, Ali Shamkhani sudah menuju UEA. Lawatan ini menguatkan fakta bahwa kebijakan Iran dibangun pada kecenderungan ke Timur dan menjalin hubungan dengan negara-negara tetangga.

Ketika dikatakan bahwa lawatan Shamkhani adalah penegas kebijakan pintu-pintu terbuka Iran untuk para tetangga, maksudnya adalah Iran selalu mengulurkan tangan persahabatan kepada semua tetangga, terutama negara-negara sahabat di sekitar Teluk Persia. Sebab, Iran memandang bahwa keamanan negara-negara ini adalah keamanannya. Tanpa keamanan satu pun negara di Kawasan, keamanan di negara-negara lain akan terancam bahaya. Kawasan ini memiliki satu geografi, dan geografi ini menuntut penguatan hubungan di semua bidang, termasuk keamanan dan ekonomi.

Iran menganggap elemen-elemen asing, yaitu AS, dan terutama Israel, sebagai faktor terpenting pencipta krisis regional. Mereka selalu berusaha meredam segala upaya regional untuk menciptakan perdamaian dan persahabatan di Timteng, agar mereka bisa mewujudkan kepentingan diri sendiri dengan cara mempertajam krisis-krisis regional.

Oleh karena itu, lawatan Shamkhani ke UEA adalah gerakan serius dan tulus untuk melenyapkan rintangan yang menghalangi persahabatan Iran dengan negara-negara Arab.

Menciptakan atau meningkatkan krisis adalah kebijakan familiar AS. Mantan Menlu AS, Henry Kissinger dalam buku “Diplomacy” menyatakan bahwa AS tidak berusaha memecahkan masalah dunia, justru berusaha untuk memegang ujung rantai masalah agar ia bisa mengendalikannya demi kepentingan dirinya.

Ini adalah hal yang selalu diperingatkan oleh Iran. Iran menegaskan bahwa AS bertanggung jawab atas penciptaan dan peningkatan krisis-krisis regional. Tujuannya adalah untuk bisa menemukan jalan guna mengintervensi urusan domestik negara-negara Kawasan dan mencegah pertemanan mereka.

AS memandang pertemanan negara-negara Timteng sebagai ancaman untuk kehadiran ilegalnya di Kawasan. Sebab, jika negara-negara ini bersatu, AS tidak lagi punya dalih untuk kehadiran militernya di Timteng guna mengacaukan stabilitasnya.

Fakta ini bisa diketahui dari reaksi AS dan Israel terhadap rekonsiliasi Iran-Saudi. Mereka bersikap skeptis terhadap rekonsiliasi ini, bahkan melancarkan psy war guna merusak kesepakatan tersebut.

AS dan Israel berusaha mengesankan bahwa Teheran serta Riyadh saling mengalah satu sama lain. Padahal, baik Iran atau Saudi sama sekali tidak mengalah satu sama lain. Satu-satunya yang terjadi adalah kedua negara berusaha menyingkirkan perseteruan dan menjalin pertemanan demi kepentingan mereka serta Kawasan.

Benar bahwa dalam rekonsiliasi ini, tidak ada isyarat terkait isu-isu regional. Namun dengan melihat peran penting dan fundamental kedua negara di Timteng, jelas rekonsiliasi ini akan berdampak positif terhadap semua isu di Kawasan. Inilah yang memicu kemurkaan AS dan Israel.