Jengkel, AS Tak Mau Akui Sukses Pemilu Legislatif Suriah yang Ditudingnya ‘Tak Adil’

Share

POROS PERLAWANAN – Dilansir Tasnim, periode ketiga pemilu legislatif Suriah pasca amendemen UUD negara tersebut telah berlangsung pada Minggu pagi 19 Juli lalu. Pemilu itu diadakan di 14 provinsi dan 7.400 pusat pemungutan suara untuk memilih 250 anggota Parlemen Suriah.

Dalam tanggapan resmi pertamanya, Kemenlu AS melalui Jubirnya, Morgan Ortagus menyatakan bahwa “Washington tidak mengakui pemilu legislatif Suriah.”

Ortagus mengklaim, tujuan Damaskus dari pemilu tersebut adalah memberi legalitas kepada Pemerintah Suriah dan menghalangi proses politik yang ditekankan dalam Resolusi 2254 Dewan Keamanan PBB.

Pemilu yang juga diikuti oleh banyak orang dari kelompok oposisi Suriah itu dinilai Ortagus “tidak adil dan bebas.”

Di lain pihak, Menlu Suriah Walid al-Muallem menyebut pemilu itu sebagai kemenangan dan hari nasional bagi Suriah. Menurut al-Muallem, penyelenggaraan pemilu ini menunjukkan tekad bangsa Suriah untuk membela kedaulatan nasional dan menolak segala intervensi asing.

“Diadakannya pemilu ini adalah pertanda bahwa demokrasi di Suriah berjalan dengan baik dan relevan,” kata al-Muallem.

Seorang mantan anggota Parlemen Suriah, Mahand Hajj Ali mencibir upaya sejumlah negara, seperti Saudi, untuk mengesankan bahwa pemilu di Suriah tidak penting.

“Wajar jika negara-negara seperti Saudi yang tak mengenal demokrasi, tak pernah punya pengalaman dengan demokrasi sepanjang hidup, dan UUD mereka tak memiliki aturan tentang hak warga untuk memilih wakil, akan berusaha memengaruhi pemilu Suriah dan mengesankannya sebagai hal tak penting,” kata Hajj Ali saat diwawancarai Tasnim.

“Kami menantang mereka, juga para raja, terutama di Saudi, bahwa jika mereka mengizinkan pemungutan suara demokratis dilaksanakan, mereka tak akan bisa bertahan walau sehari di atas takhta,” lanjutnya.

“Mereka mengolok-olok pemilu di Suriah, sebab mereka sendiri tidak mampu mengadakannya di negara mereka. Mereka berkuasa dengan kekuatan dan teror dari AS, sehingga mereka berhutang budi kepada Washington,” tandas Hajj Ali.