Kanani Sindir Pedas Negara-negara Barat yang Tak Lagi Kenal Kata ‘Malu’

Share

POROS PERLAWANAN– Jubir Kemenlu Iran Naser Kanani menanggapi klaim AS dan sejumlah negara seperti Jerman, Belanda, Kanada, dan Australia dalam peringatan terjadinya kerusuhan kematian Mahsa Amini.

“Bagi sebagian orang, ‘menutup mulut’ lebih baik bagi mereka sendiri daripada orang lain, sebab para pendengar akan lebih jarang mencemooh omongan mereka,” cuit Kanani di laman X, al-Alam melaporkan.

“Para pelanggar profesional HAM, para agresor dan penyebab perang-perang berdarah di berbagai negara dan bangsa, para penjajah negeri bangsa-bangsa lain, para pelaku pembunuhan, penjarahan, dan penelantaran bangsa-bangsa di berbagai penjuru dunia, para penindas serta pembunuh hak-hak kaum pribumi dan kulit berwarna, para pengelola penjara-penjara Abad Pertengahan tanpa nama, para penyuplai bom dan senjata kimia kepada Saddam, para persekutor pengunjuk rasa politik dan sipil, para pendukung dan penjamu kelompok teroris dan penjahat seperti MKO dan ISIS, para pembela Rezim Zionis pembunuh anak-anak dan pemberi bom-bom terlarang kepada Rezim ini untuk membantai rakyat Palestina, sebaiknya menelaah sejarah panjang kejahatan dan daftar hitam pembunuhan Pemerintah mereka sebelum menulis atau mengoceh untuk mendiskreditkan Republik Islam Iran. Setelah itu, baru mereka bicara tentang HAM dan pembelaan hak bangsa Iran. Kata ‘malu’ telah begitu dizalimi dan diabaikan oleh penguasa sebagian negara.”

Pada tahun 2022 silam, kerusuhan dan huru hara terjadi di Iran menyusul kematian seorang gadis dari etnis Kurdi bernama Mahsa Amini. Dia meninggal akibat serangan jantung. Namun sejumlah pihak di dalam dan luar Iran menebar isu bahwa Mahsa mati karena disiksa polisi.

Di masa itu, jurnalis asal Mesir, Rania al-Assal melalui cuitannya mengkritik standar ganda PBB dalam masalah hak kaum perempuan. Ia menyatakan bahwa lembaga internasional ini mengeluarkan Iran dari Komisi Status Perempuan dengan dalih kematian Mahsa Amini, namun hanya bungkam terhadap kejahatan Rezim Zionis atas kaum perempuan serta tewasnya ribuan perempuan Yaman.

“PBB mencabut keanggotaan Iran di Komisi Status Perempuan. Di saat bersamaan, Rezim Zionis bersuka cita atas hal ini,” cuit al-Assal.

“PBB tidak berempati ketika menyaksikan terbunuhnya Shireen Abu Akleh, 12 wanita Palestina, dan tewasnya lebih dari 5.000 wanita Yaman. PBB hanya berempati kepada gadis Iran yang meninggal karena serangan jantung,” sindirnya.