Mediasi Israel, Sandiwara Komedi dengan Bumbu Air Mata Buaya untuk Pengungsi Ukraina

Share

POROS PERLAWANAN – Meski diprediksi bahwa upaya-upaya untuk mengakhiri konflik Rusia-Ukraina akan menemui jalan buntu, Israel masih melanjutkan kontak dengan kedua belah pihak. Tel Aviv mengklaim tengah melakukan mediasi demi menemukan solusi-solusi praktis untuk mengakhiri pertempuran, yang kini telah memasuki pekan ke-3.

Diberitakan Fars, Rai al-Youm dalam laporannya menyatakan, ”Apakah Israel akan berhasil mengakhiri perang antara Rusia dan Ukraina? Apakah Israel memiliki kartu-kartu truf dalam masalah ini? Ataukah ini hanya murni sebuah sandiwara komedi? Dunia sudah gagal menghentikan perang ini, dan hanya Tel Aviv yang masih menggeliat… Langkah-langkah yang tak jelas dan kegagalan yang pasti… Air mata buaya akan kalah di hadapan rasisme terhadap pengungsi Ukraina di dalam Tanah Pendudukan.”

“Sejak dimulainya perang dan deklarasi serangan Rusia ke Ukraina, Israel telah melakukan berbagai kontak dan pertemuan, rahasia atau terbuka, dengan kedua belah pihak. Namun hingga kini, pergerakan ini tidak membuahkan hasil yang bisa mengakhiri konflik berdarah atau setidaknya membuat sebuah gencatan senjata kemanusiaan,” imbuh Rai al-Youm.

Dalam lanjutan laporan itu disebutkan, ”Meski Israel mengucurkan air mata buaya untuk korban perang Rusia, namun laporan-laporan dari media Ibrani yang dipublikasikan beberapa hari lalu menunjukkan, ratusan pelarian Ukraina diperlakukan secara rasis di Israel.”

“Hal ini membuktikan kebohongan air mata ini dan mengeruhkan hubungan diplomatik antara Tel Aviv dan Kiev. Apalagi setelah Knessett mengumumkan telah menolak permintaan Presiden Ukraina, Zelensky untuk berbincang dengan anggota Parlemen Israel melalui video call dan menentukan tanggalnya sebelum dihapus.”

Harian Haaretz mengabarkan, para pengungsi Ukraina di Palestina Pendudukan diperlakukan dengan buruk. Mereka berada dalam kondisi yang amat buruk. Banyak dari mereka yang terpaksa menetap di bandara Lod, tanpa ada kebutuhan-kebutuhan primer, seperti tempat tinggal, yang terpenuhi. Mereka telah dihinakan. Bahkan setelah bersusah payah tiba di Palestina Pendudukan, mereka menghadapi potensi deportasi.

Menurut Haaretz, para pengungsi ini diperlakukan seolah mereka adalah para terdakwa yang menghendaki keringanan hukuman.