Pertemuan Netanyahu dengan Keluarga Tawanan Israel di AS Berakhir Ricuh

Share

POROS PERLAWANAN– PM Israel Benyamin Netanyahu yang sedang melawat ke AS bertemu dengan sejumlah keluarga tawanan Israel dan berkewarganegaraan AS. Namun pertemuan pada hari Selasa 23 Juli itu berakhir dengan kericuhan.

Dikutip al-Alam dari kantor berita Sama, stasiun televisi KAN melaporkan bahwa pertemuan itu berlangsung kurang lebih satu seperempat jam dan dalam situasi panas.

Dalam pertemuan itu, Netanyahu berkata bahwa Hamas harus ditekan secara militer. Israel juga harus menolak syarat apa pun yang diajukan faksi tersebut.

Saat berbicara tentang masalah ini, keluarga para tawanan memotong pembicaraan Netanyahu dan menentang keras pendiriannya.

KAN melaporkan, keluarga para tawanan Israel dan AS memperingatkan Netanyahu agar menerima kesepakatan pertukaran tawanan. Mereka menegaskan, kesepakatan harus diterima walau hanya demi membebaskan satu tawanan.

Menurut KAN, penasihat Netanyahu dibuat naik darah oleh tuntutan keluarga para tawanan. Demi menjustifikasi sikap Netanyahu terkait perundingan, ia berkata kepada mereka bahwa Hamas-lah yang tidak menghendaki kesepakatan. Padahal para petinggi Hamas berulang kali mengutarakan tekad mereka untuk menyetujui proposal Joe Biden soal pertukaran tawanan.

Berbarengan dengan pertemuan Netanyahu dengan keluarga para tawanan, para pendemo di Tel Aviv kembali menyerukan kesepakatan dengan Hamas,

Menurut media AS Politico, ada beberapa alasan yang menyebabkan Netanyahu terus menunda jalannya perundingan. Salah satu alasannya adalah meyakinkan Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, dua Menteri ekstremis Israel yang mengancam akan keluar dari Kabinet dan menggulingkannya, jika Netanyahu menyetujui gencatan senjata.

Alasan lain adalah Netanyahu meyakini Hamas kian melemah setelah serangan-serangan terbaru Israel. Hamas berada dalam situasi bahaya. Namun pada akhirnya, terungkap bahwa alasan utama penundaan perundingan  adalah Netanyahu menunggu Trump menang dalam Pilpres AS.

Menurut laporan Politico, Netanyahu menganggap bahwa dengan semakin dekatnya Pilpres AS, dia bisa terbebas dari desakan Biden untuk mengakhiri agresi. Netanyahu berpikir bahwa dibandingkan Biden, Trump memperlakukan Rezim Zionis dengan lebih baik. Trump dipandang “lebih keras” menyikapi Iran dan para sekutunya, terutama Hizbullah Lebanon.