Statemen Akhir KTT Uni Afrika Dukung Keanggotaan Palestina di PBB

Share

POROS PERLAWANAN – Rapat para Kepala Negara Afrika telah berakhir pada Minggu malam 19 Februari dan membuahkan statemen akhir.

Dilansir Fars, stasiun televisi al-Jazeera melaporkan bahwa negara-negara Afrika mengecam kengototan Rezim Zionis yang tidak menerima proposal-proposal Palestina dan internasional untuk memulai perundingan damai.

Negara-negara Afrika juga mendukung keanggotaan penuh Palestina di PBB dan mendesak agar negara-negara lain juga memberi dukungan dalam hal ini.

KTT ke-35 Uni Afrika dimulai pada Minggu kemarin di Ibu Kota Ethiopia, Addis Ababa. KTT ini dibarengi sejumlah insiden, karena delegasi Rezim Zionis diusir keluar dari upacara pembukaan.

Uni Afrika menanggapi insiden pengusiran delegasi Israel yang diusir dari upacara pembukaan KTT Uni Afrika tersebut, menyusul klaim Tel Aviv bahwa delegasinya mendapat undangan untuk hadir.

Jubir Uni Afrika, Ebba Kalondo mengatakan, ”Justru sebaliknya. Uni Afrika tidak memberikan izin, juga tidak mengirim undangan kepada orang yang diusir dari pertemuan Uni Afrika.”

Delegasi Israel secara diam-diam memasuki ruang pertemuan Uni Afrika, namun lalu diusir oleh aparat keamanan Uni Afrika. Delegasi Israel mengeklaim bahwa pihaknya mendapat undangan untuk menghadiri seremoni pembukaan KTT Uni Afrika. Meski demikian, anggota delegasi Rezim Zionis tidak bisa membuktikan klaim tersebut sehingga akhirnya dipaksa keluar ruangan.

Jerusalem Post melaporkan bahwa Jubir Kemenlu Israel, Lior Hair menanggapi pengusiran delegasi Tel Aviv dengan melayangkan tuduhan kepada Iran. Ia mengeklaim, diplomat Israel yang diusir, Sharon Bar-Li adalah pengamat resmi yang mendapat tugas dari Tel Aviv dan membawa kartu tanda masuk.

Hair menuduh 2 negara Afrika dengan mengatakan, ”Sangat mengecewakan melihat Uni Afrika yang tunduk kepada sejumlah negara radikal seperti Aljazair dan Afrika Selatan; negara-negara yang dikendalikan oleh Iran.”

Jubir Kemenlu Israel menambahkan bahwa negara-negara Afrika semestinya menentang tindakan semacam ini, yang diklaimnya “akan merugikan Uni Afrika dan seluruh Benua Afrika”.