Tuding Rivalnya AS Sebarkan Disinformasi, Padahal Washington Sendiri Lakukan Hal Serupa

Share

POROS PERLAWANAN– Diberitakan ISNA, setelah tindakan yang diambil Pemerintah AS terhadap media-media Rusia atas tuduhan disinformasi, sebuah situs AS memublikasikan tulisan yang membongkar rapor Washington sendiri dalam menyebarkan informasi palsu.

Situs Responsible Statecraft melaporkan, AS menjadikan pembasmian informasi keliru di dunia maya dan media-media sebagai salah satu prioritas utamanya. Terlebih menjelang Pilpres AS, akhir-akhir ini Washington telah melakukan sejumlah tindakan, termasuk menyita domain internet dan menjatuhkan sanksi atas sejumlah warga Rusia.

Menurut RS, masalah disinformasi ini kian mencuat saat pendiri Meta (perusahaan induk Facebook dan Instagram) Mark Zuckerberg mengakui, Gedung Putih di tahun 2021 menekan Facebook untuk menyensor sejumlah postingan terkait wabah Corona, termasuk postingan-postingan satire.

Forum Ekonomi Dunia dalam laporannya menyatakan, “disinformasi” adalah salah satu ancaman terbesar bagi stabilitas dunia di tahun 2024-2025. Namun RS sendiri mengakui, sejarah menunjukkan bahwa AS sendiri berperan dalam menyebarkan informasi-informasi palsu. Sebagai contoh, pada tahun 2011 AS meluncurkan operasi Earnest Voice; sebuah program militer yang menggunakan akun-akun palsu di medsos guna menyebarkan informasi demi kepentingan Pemerintah AS.

Pada tahun 2022, Universitas Stanford mengungkap akun-akun palsu di AS yang menargetkan orang-orang di Rusia, China, dan Iran. Sebagian dari akun-akun di Facebook dan Twitter tersebut menyebarkan cerita-cerita mengerikan, seperti dicurinya organ tubuh para pengungsi Afghanistan oleh orang-orang Iran. Namun penyelidikan menunjukkan bahwa sebagian dari akun-akun tersebut berafiliasi kepada Pentagon.

Dokumen-dokumen yang bocor dari SOCOM (Special Operations Command) menunjukkan bahwa di tahun 2022, lembaga ini mengajukan permintaan sejumlah perangkat untuk “penipuan digital” dan “kampanye disinformasi.” SOCOM menghendaki akses ke teknologi-teknologi seperti Deepfakes.

Di akhir laporan, RS menyatakan bahwa di era komunikasi ini, AS tidak bisa menjalankan kebijakan luar dan dalam negerinya secara terpisah. RS memperingatkan kepada Washington bahwa bahaya proyek disinformasi lebih besar daripada keuntungannya.