UEA Keluar dari Aliansi Kelautan AS, Bukti Gagalnya Proyek Iranofobia

Share

POROS PERLAWANAN – Dilansir al-Alam, Kemenlu UEA mengumumkan bahwa Abu Dhabi telah keluar dari Angkatan Laut Gabungan yang dipimpin AS di Teluk Persia dan Laut Merah.

Alasan yang mendorong Abu Dhabi mengambil tindakan ini disebutkan dalam statemen yang dipublikasikan kantor berita resmi UEA, WAM. Statemen itu menyatakan bahwa UEA berkomitmen dengan dialog damai dan sarana diplomatik sebagai instrumen untuk mewujudkan tujuan-tujuan bersama keamanan serta stabilitas Kawasan.

Jelas bahwa Angkatan Laut Gabungan yang terdiri dari 38 negara, termasuk Prancis dan Inggris, dibentuk atas tekanan AS dalam rangka kebijakan negara ini untuk menciptakan Iranofobia dan mencitrakan Negeri Mullah sebagai “faktor ketidakamanan di Kawasan”.

Keluarnya UEA dari Angkatan Laut Gabungan, yang mungkin akan disusul negara-negara Arab lain di masa mendatang, menjelaskan gagalnya proyek AS untuk “mengucilkan Iran dan mengesankan Rezim Zionis seolah sebagai sahabat negara-negara di Kawasan”. Terlebih baru-baru ini kita menyaksikan pulihnya hubungan Iran-Saudi serta normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan Suriah.

Pengalaman-pengalaman historis membuktikan kepada negara-negara di Kawasan bahwa demi menjaga keamanan dan stabilitas regional, tidak ada cara selain kerja sama keamanan dan militer gabungan antara negara-negara Kawasan, yang jauh dari intervensi pihak-pihak asing. Pengalaman historis, terutama dalam satu dekade terakhir, menunjukkan bahwa AS berada di balik semua krisis-krisis regional.

Reaksi frustasi AS dan Rezim Zionis di hadapan pemulihan hubungan Iran dengan negara-negara Arab mengungkap peran keduanya dalam penciptaan krisis antara Teheran dan negara-negara Arab. Mereka berusaha menghalang-halangi pemulihan hubungan ini, sebab normalisasi hubungan Iran dan Arab akan melenyapkan “legitimasi” keberadaan AS-Israel di Timteng.

Segala bentuk kedekatan antara Arab dan Iran sama saja dengan tertutupnya semua pintu untuk pasukan-pasukan asing, terutama AS, untuk memasuki Kawasan. Dengan kata lain, AS tidak lagi bisa menjarah kekayaan dan sumber-sumber alam bangsa-bangsa di Kawasan. Ini juga berarti bahwa harta-harta yang dahulu mengalir ke perbendaharaan AS, kini akan digunakan untuk pengembangan dan pembangunan negara-negara di Kawasan.