Loading

Ketik untuk mencari

Amerika Iran

Esper Ungkap Debat Sengit Petinggi Utama AS Usai IRGC Rontokkan Drone Seharga 200 Juta Dolar

Esper Ungkap Debat Sengit Petinggi Utama AS Usai IRGC Rontokkan Drone Seharga 200 Juta Dolar

POROS PERLAWANAN – Mantan Menhan AS, Mark Esper dalam buku terbarunya membeberkan pembahasan dan perdebatan para petinggi ring utama di Washington, menyusul ditembaknya drone mata-mata Global Hawk di pesisir Hormuzgan oleh IRGC.

Dilansir Fars, IRGC pada 20 Juni 2019 mengumumkan, sebuah drone Global Hawk telah ditembak jatuh setelah melanggar zona udara Iran di kawasan Kouh Mobarak.

“Pada malam 20 Juni, 2 hari setelah saya diminta Presiden (Trump) untuk menjadi Menhan, Iran menembak jatuh sebuah drone Global Hawk seharga 200 juta dolar milik AU AS saat melakukan misi pengintaian di zona internasional di atas Selat Hormuz”, tulis Esper.

Pagi harinya, lanjut Esper, ia bersama anggota Tim Keamanan Nasional AS, meliputi Menlu Mike Pompeo, Penasihat Keamanan Nasional John Bolton, Staf Kemenhan Patrick Shanahan, dan Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata AS, Joseph Dunford mengadakan rapat untuk membicarakan opsi-opsi yang akan ditawarkan kepada Trump untuk merespons tindakan Iran itu.

Meski dalam bukunya Esper mengklaim penembakan itu terjadi di atas perairan internasional, namun Iran di masa itu memberikan bukti-bukti bahwa drone AS tidak menghiraukan peringatan via radio dan melanggar zona udara Iran.

“Drone AS pada pukul 00.14 terbang dalam mode siluman dari UEA dan melanggar zona udara Iran. Drone ini ditembak pada pukul 14.45 di koordinat N 57°02’25 E 25°59’43 di sekitar Kouh Mobarak. Kami telah menarik keluar sisa-sisa drone militer AS ini dari perairan kami, yaitu di tempat jatuhnya (drone tersebut),” kata Menlu Iran saat itu, Javad Zarif.

Esper mengklaim, rapat akhirnya diadakan pada 21 Juni pagi dan diputuskan untuk menyerang 3 titik di dalam wilayah Iran.

“Demi menghormati Shanahan, saya memilih diam. Namun saya sendiri merasa bahwa tindakan final yang disepakati masih belum relevan. Kita bisa mengirim pesan yang serupa ke Teheran dengan potensi kerugian lebih kecil. Kerugian besar bisa menyeret kita ke tindakan-tindakan balasan pemicu ketegangan. Tidak ada yang tahu rentetan kejadian ini akan membawa kita ke arah mana”, tulis Esper.

Opsi-opsi yang dikemukakan kepada Trump tidak pernah dieksekusi. Pada 21 Juni, Trump melalui akun Twitter-nya mengklaim, ia membatalkan serangan ke Iran karena ada kemungkinan akan menewaskan 150 orang.

Meski begitu, di masa itu muncul bukti-bukti bahwa potensi terbunuhnya 150 orang bukan faktor yang membatalkan serangan AS ke Iran. Sebagai contoh, situs al-Monitor dalam laporannya sebulan setelah insiden menyatakan, di antara penyebab tidak adanya serangan AS adalah pesan-pesan yang dikirim sejumlah negara di sekitar Teluk Persia ke Gedung Putih.

Sumber-sumber diplomatik menyatakan, para petinggi intelijen di Teluk Persia (sepertinya UEA dan Saudi) dengan terburu-buru meminta AS agar membatalkan serangan ke Iran.

Menurut sumber-sumber ini, negara-negara Teluk Persia khawatir bahwa Iran bisa mengarahkan “balasan kuat” atas serangan AS kepada mereka. Negara-negara ini tidak ingin harus membayar mahal untuk sebuah serangan relatif kecil AS ke Iran.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *