Loading

Ketik untuk mencari

Arab Saudi Iran

Mantan Direktur Intelijen Saudi: AS Tidak Bisa Jadi Mediator Tulus untuk Perundingan Saudi-Iran

Mantan Direktur Intelijen Saudi: AS Tidak Bisa Jadi Mediator Tulus untuk Perundingan Saudi-Iran

POROS PERLAWANAN – Menanggapi pemulihan hubungan Teheran-Riyadh, mantan Direktur Badan Intelijen Saudi, Turki al-Faisal mengatakan, ”Baik AS maupun Eropa tidak bisa menjadi mediator tulus dan menjamin terwujudnya kesepakatan antara Saudi dan Iran, seperti yang sudah dilakukan oleh China.”

“China-lah yang mampu melakukan pekerjaan ini, sebab ia memiliki hubungan baik dengan kedua negara,” imbuh al-Faisal saat diwawancarai France24, diberitakan al-Alam.

Menurutnya, China adalah penjamin kesepakatan Saudi-Iran yang diumumkan oleh Beijing demi memulihkan hubungan diplomatik kedua negara. Meski demikian, kata al-Faisal, ini tidak berarti Saudi menjauhi AS.

Al-Faisal menambahkan bahwa ia berharap kesepakatan Riyadh-Teheran ini berdampak positif dalam semua isu-isu regional, mulai dari Yaman hingga Lebanon dan Suriah.

Sehubungan dengan normalisasi hubungan Riyadh-Tel Aviv, al-Faisal mengatakan bahwa syarat-syarat Saudi untuk normalisasi telah disebutkan dalam Proyek Perdamaian Arab.

Sebelum ini, saat menanggapi normalisasi yang dilakukan sebagian negara Arab dengan Rezim Zionis, al-Faisal berkata, ”Saya tidak melihat bukti bahwa tindakan (normalisasi) ini adalah langkah konstruktif. Palestina masih diduduki dan rakyatnya adalah tahanan Pemerintah Israel.”

“Agresi dan pembunuhan warga Palestina masih terjadi setiap hari. Meski sudah ada jaminan-jaminan dalam kesepakatan damai antara UEA dan Israel, pencurian dari tanah-tanah warga Palestina masih terus terjadi,” imbuhnya.

Kabar kesepakatan Teheran-Riyadh di Beijing untuk memulai kembali hubungan diplomatik, membuka Kedubes, dan perwakilan diplomatik 2 negara selambat-lambatnya 2 bulan mendatang disambut baik negara-negara Kawasan, termasuk Irak dan Oman; dua negara yang juga berperan penting dalam menjadi tuan rumah 5 putaran dialog pembukaan Iran-Saudi sebelum ini.

Harian New York Times menyatakan bahwa pemulihan hubungan Iran-Saudi dengan mediasi China adalah bahaya besar dan kerugian berlipat terhadap kepentingan Washington.

“Pengumuman oleh Iran dan Saudi terkait dimulainya kembali hubungan diplomatik antara mereka bisa berujung kepada pemulihan tatanan (politik) besar di Timteng”, tulis New York Times.

New York Times menyebut pulihnya hubungan ini sebagai “simbol dari sebuah tantangan geopolitik untuk AS dan sebuah kemenangan bagi China, yang merupakan mediator perundingan antara dua rival bersejarah”.

“Sejak sekarang, tidak jelas apa pengaruh yang diciptakan kesepakatan yang diumumkan pada Jumat ini terhadap partisipasi Saudi dalam upaya Israel dan AS untuk menghadapi Iran.”

Meski begitu, New York Times menambahkan bahwa dimulainya kembali hubungan diplomatik antara dua kekuatan regional setidaknya menunjukan cairnya es perang dingin yang terbentuk sekian lama di Timur Tengah.

Laporan ini mengonfirmasi bahwa kabar-kabar kesepakatan ini, terutama peran Beijing sebagai mediator, menyulut kekhawatiran perangkat politik luar negeri AS di Washington.

CEO Foundation for Defense of Democracies (FDD), Mark Dubowitz mengatakan, ”Pemulihan hubungan Iran-Saudi dengan mediasi China adalah kerugian, kerugian, dan kerugian bagi kepentingan AS.”

Menurutnya, kesepakatan Teheran-Riyadh menunjukkan bahwa Saudi “sudah tidak lagi memercayai Washington”. Iran disebut bisa “mencuri” para sekutu AS demi “mengurangi isolasinya”. Dubowitz juga berkata, kesepakatan ini menunjukkan bahwa China “adalah pendukung utama kebijakan-kebijakan kekuatan di Timur Tengah”.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *