Loading

Ketik untuk mencari

Analisa

Pusat Riset Nasional AS Akui CIA dan Mossad Salah Beruntun Evaluasi Dinamika Iran

Pusat Riset Nasional AS Akui CIA dan Mossad Salah Beruntun Evaluasi Dinamika Iran

POROS PERLAWANAN – Pusat Riset National Interest dalam laporannya menyinggung kegagalan beruntun CIA dan Mossad terkait dinamika Iran. Menurut institut ini, rentetan kegagalan ini disebabkan mereka terlalu bergantung kepada sejumlah sumber informasi yang tidak kredibel.

Dilansir al-Alam, National Interest menyatakan bahwa CIA dan Mossad tak bisa dipercaya. Kedua Biro ini disebut tidak memahami realita-realita di dalam Republik Islam Iran secara akurat. Kini dengan banyaknya kegagalan di masa lalu dalam memprediksi perubahan-perubahan fundamental di Iran, kinerja CIA dan Mossad layak diragukan.

National Interest lalu menyebutkan sebagian contoh dari kesalahan-kesalahan besar CIA dan Mossad dalam memprediksi perkembangan mendatang di Iran. Menurut institut ini, latar belakang kegagalan komunitas intelijen AS kembali kepada ketidakmampuannya meramalkan terjadinya Revolusi Islam pada 1979.

Tak lama sebelum Revolusi Islam, tepatnya pada 31 Desember 1977, Presiden AS, Jimmy Carter yang diyakinkan oleh komunitas intelijen negaranya, dengan percaya diri berkata, ”Berkat kepemimpinan hebat Shah, Iran telah menjadi pulau stabil di salah satu kawasan paling bergejolak di dunia.”

Pada Agustus 1978, CIA melapor kepada Carter bahwa Iran “tidak berada dalam kondisi revolusi atau pra-revolusi”. Namun 6 bulan setelahnya, Pemerintahan Shah runtuh dan kelompok revolusioner pendukung Imam Khomeini merebut kekuasaan. Belakangan, Direktur CIA mengakui bahwa lembaganya tidak mampu memprediksi situasi Iran, sebab “mereka tidak menyangka bahwa seorang pria tua berusia 78 tahun, yang diasingkan di luar negeri selama 14 tahun, bisa menyatukan seluruh kekuatan”.

Sebagian analis intelijen berpendapat bahwa CIA tidak bisa meramalkan badai mendatang di Iran karena dalam evaluasinya bergantung kepada Biro Intelijen Iran, SAVAK.

Dalam laporan ini disebutkan, andai komunitas intelijen AS memberikan evaluasi yang akurat, mungkin Carter akan memberi masukan kepada Shah untuk mengelola situasi, alih-alih meyakinkannya bahwa kekuasaannya tidak terancam bahaya.

“Kegagalan CIA dalam memprediksi dinamika mendatang bukan hanya berujung pada tergulingnya sekutu strategis AS dan perubahan mendalam geopolitik Timteng, tapi juga menggagalkan upaya Carter untuk terpilih kembali sebagai Presiden AS,” ulas National Interest.

Di bagian lain laporannya, institut ini juga menyinggung kegagalan Mossad dan menulis, ”Sama seperti mitra AS-nya, komunitas intelijen Israel juga tidak mampu memprediksi perubahan fundamental di Iran”.

“Berdasarkan laporan-laporan rahasia, sebelum terjadinya Revolusi kelompok-kelompok Israel di Teheran meyakini bahwa Shah ‘telah meraih stabilitas domestik’ dan kekuasaannya akan berlanjut tanpa gangguan berarti. Israel baru menyadari Shah berada dalam kesulitan di tahun-tahun akhir kekuasaannya.”

“Kendati Mossad sangat aktif di Iran, namun tetap saja ia memberikan penilaian keliru ini. Mossad dan SAVAK memiliki hubungan intelijen spesial dan besar, yang mencakup pertukaran informasi dan pelaksanaan operasi-operasi gabungan kontraspionase, hingga terjadinya Revolusi Islam.”

“Bahkan setelah kelompok Islamis mendapatkan kekuataan di Iran, komunitas intelijen Israel masih percaya bahwa Iran adalah ‘sekutu alami Israel.’ Slogan berapi-api para pendukung (Imam) Khomeini terhadap Rezim Zionis dianggap hanya sebagai gelora revolusioner jangka pendek, bukan sebuah perubahan strategis dalam kebijakan luar negeri Iran.”

“Bahkan pada Oktober 1987, PM Israel, Yitzhak Rabin, yang percaya bahwa keyakinan para pemimpin Iran soal Israel bisa berubah, sempat berkata, ’Iran adalah kawan terbaik Israel. Kami tidak bermaksud mengubah sikap terhadap Teheran.’”

Di akhir laporan, National Interest menyatakan bahwa salah satu penyebab utama kegagalan-kegagalan ini adalah paradigma Biro-biro intelijen ini. Kebanyakan pakar menggunakan berbagai paradigma untuk menganalisis realita politik di sejumlah negara. Namun secara keseluruhan, prediksi perubahan-perubahan politik bisa saja keliru. Dengan mempertimbangkan model-model pemikiran keliru ini, mereka meyakini bahwa pengalaman di masa lalu menunjukkan “Pemerintahan Iran kukuh dan tak terkalahkan”.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *