Analis Intelijen Israel: Iran Penyabar dan Penuh Tekad, Canggih Atur Strategi Hadapi Tekanan dan Turbulensi

Share

POROS PERLAWANAN – Seorang analis intelijen Israel, Raz Zimmt meyakini, Iran di tengah kungkungan embargo dan pandemi Corona masih tetap memiliki pengaruh di kawasan.

Hal ini diutarakan Zimmt dalam tulisannya di Atlantic Council yang menyoroti pengaruh pemilihan Mustafa al-Kadhimi pada hubungan Iran-Irak.

“Satu kali dalam beberapa bulan, selalu ada yang mengatakan Iran sedang kehilangan pengaruh regionalnya. Mereka berdalil bahwa (1) embargo atas Iran membuatnya tidak bisa menjalankan aktivitas militer, (2) Israel sukses dalam kampanye anti-Iran di Suriah,” tulis Zimmt.

Menurutnya, adanya suara-suara anti-Iran dalam gelombang unjuk rasa di Lebanon dan Irak, juga teror atas Qassem Soleimani dan kini, pandemi Corona, dijadikan argumen pihak-pihak tersebut soal melemahnya pengaruh Iran.

“Dan tiap kali itu pula, dengan semua keterbatasan dan kondisi sulit ini, Iran membuktikan masih sanggup mengendalikan situasi dan mengubah ancaman menjadi peluang. Bukan hanya melindungi Republik Islam saja, tapi Iran juga masih bisa mempertahankan pengaruhnya di kawasan,” lanjut Zimmt, seperti dilansir Mashregh.

Zimmt berpendapat, Iran tidak sama dengan para pemain lain di kawasan, yang tidak mau atau tidak tahu apa yang harus dilakukan. Iran, tulis Zimmt, sangat penyabar dan penuh tekad, sehingga tahu bagaimana mengatur strategi dalam situasi-situasi yang terus berubah.

Dia berpendapat, Iran sebenarnya tak begitu menghendaki al-Kadhimi di posisi Perdana Menteri Irak. Namun dia opsi yang lebih baik daripada al-Zurfi. Oleh karena itu, kata Zimmt, Iran memobilisasi kekuatan politiknya di Irak untuk menyingkirkan orang yang dipandang sebagai ancaman kepentingan Teheran.

“Upaya ini sudah tak lagi dilakukan oleh Soleimani, tapi melalui (Ali) Shamkhani (Sekretaris Keamanan Nasional Iran) yang bulan lalu pergi ke Irak dan menemui al-Kadhimi. Upaya serupa dilakukan oleh Komandan baru Pasukan Qods IRGC, yaitu Esmail Ghaani; orang yang disebut-sebut ‘tidak layak’ dan tidak bisa melanjutkan jalan Soleimani,” tutur Zimmt.

Di akhir tulisannya, Zimmt menegaskan, sebagaimana pengaruh regional Iran masih stabil, ekonomi Iran juga masih stabil di tengah situasi sulit ini.

“Mungkin ini hal yang menyakitkan bagi banyak pihak. Tapi ini adalah situasi yang ada di hadapan kita. Siapa pun itu, baik yang mau menyanjung Iran, atau tetap bersikukuh bahwa Timur Tengah lebih baik tanpa Republik Islam Iran atau tanpa (Ayatullah) Khamenei, harus menerima kenyataan ini,” pungkasnya.