Analis Kuwait: Normalisasi dengan Israel adalah Neokolonialisme, Ubah Arab Jadi Babu Setia Zionis-AS

Share

POROS PERLAWANAN – Dalam kelanjutan penentangan terhadap Israel, dosen, mantan legislator, dan analis Kuwait untuk masalah Asia Barat, Abdullah al-Nafisi menyatakan bahwa normalisasi hubungan dengan Rezim Zionis adalah “neokolonialisme”.

“Normalisasi dengan Israel adalah neokolonialisme. Akibat normalisasi ini adalah kita menjadi koloni-koloni yang akan melayani kepentingan Zionis dan AS”, cuit al-Nafisi.

Neokolonialisme adalah istilah yang merupakan lawan dari kolonialisme lama. Dalam penjajahan model baru ini, alih-alih menggunakan cara lama seperti intervensi militer atau menempatkan pemerintahan boneka di negara lain, para penjajah menancapkan pengaruh dan kekuasaannya melalui globalisasi, penanaman investasi, dan penjajahan budaya.

Pada Agustus lalu, Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan kesepakatan normalisasi UEA dengan Israel. Bahrain pun bergabung dengan UEA sebulan setelahnya.

Sejumlah spekulasi menyebut bahwa beberapa negara Arab lain akan bergabung dengan kereta normalisasi sebelum Pilpres AS pada 3 November mendatang. Salah satu negara yang diisukan bakal ikut menjalin hubungan dengan Israel adalah Sudan.

Beberapa tahun lalu, al-Nafisi sempat memperingatkan pergerakan negara-negara Arab untuk menormalisasi hubungan dengan Rezim Zionis. Sedangkan dua hari lalu dalam cuitannya, al-Nafisi menulis bahwa AS dan Israel mengajukan syarat-syarat aneh untuk normalisasi kepada delegasi Sudan.

Seperti diketahui, sejak masa Omar al-Bashir, Sudan berada dalam daftar sanksi AS. Pemerintahan Transisi Sudan berupaya keras menghapus nama Khartoum dari daftar tersebut.

“Delegasi Sudan yang tengah berunding dengan AS untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, dikejutkan dengan 47 syarat dari Washington”, cuit al-Nafisi.

Menurutnya, 47 syarat untuk normalisasi ini bisa berujung pada penempatan jutaan pengungsi Palestina di wilayah Sudan.

Pekan lalu, para pejabat AS telah mengadakan perundingan dengan pejabat Sudan terkait kesepakatan damai Tel Aviv-Khartoum. Namun saat ini perundingan tersebut mandek.

Menurut sejumlah sumber, delegasi Sudan khawatir bahwa pergerakan tergesa-gesa untuk mengakui Rezim Zionis, tanpa dibarengi keuntungan ekonomi, bisa memutus dukungan rakyat Sudan terhadap Pemerintah Transisi negara tersebut.