Diplomat Veteran AS Sebut Negaranya ‘Ancaman Terbesar Keamanan Global’

Share

POROS PERLAWANAN – Dalam wawancara dengan New York Times, diplomat veteran AS, Richard Haass berpendapat bahwa ancaman terbesar bagi keamanan dunia adalah negaranya sendiri. Haass sendiri adalah Kepala Institut Dewan Hubungan Luar Negeri AS (CFR) selama 2 dekade terakhir.

Dilansir Fars, NYT di awal laporannya menulis, ”Dr. Richard Haass dalam kapasitasnya sebagai Kepala CFR selalu menghadapi pertanyaan ini di mana pun ia berada: apa yang membuat Anda tidak bisa tidur di malam hari? Dalam beberapa tahun lalu, ada banyak opsi yang berada di depannya: Rusia, China, Iran, Korut, terorisme internasional, ketidakstabilan pangan, dan pandemi Corona.”

“Di saat ia akan mundur dari lembaga swasta paling terkemuka dalam isu-isu internasional yang dikepalainya selama 20 tahun terakhir, ia justru tiba pada sebuah kesimpulan merisaukan. Apa ancaman paling serius untuk keamanan global saat ini? Apa ancaman yang membuatnya tidak bisa tidur? AS sendiri.”

Menurut NYT, kesimpulan tersebut membentuk dasar pemikiran pakar strategi isu-isu dunia itu hanya baru-baru ini saja. Dalam pandangan Haass, runtuhnya tatanan politik AS berarti bahwa untuk kali pertama dalam hidupnya, ancaman internal mengungguli ancaman eksternal.

Haass berkata bahwa alih-alih menjadi tumpuan terpercaya di dunia yang tidak stabil saat ini, AS justru menjadi sumber instabilitas terbesar dan sebuah model demokrasi yang tidak meyakinkan.

Sehari sebelum mundur dari jabatan Kepala CFR, Haass berkata kepada NYT, ”Situasi politik domestik kita bukan hanya tidak mendorong pihak lain untuk menirunya, tapi saya merasa itu telah menciptakan sebuah level unpredictability dan reliability, yang jelas tidak menyenangkan.”

“Maksud saya adalah kawan-kawan kita akan sangat sulit mengandalkan kita,” imbuhnya.

NYT menulis bahwa dalam rentang seabad silam, AS telah menjajal berbagai pengalaman terkait perseteruan domestik, seperti UU Jim Crow, McCarthyisme, Perang Vietnam, hak-hak warga kulit hitam, dan Watergate. Meski demikian, Haass memandang bahwa situasi AS saat ini lebih buruk dibanding masa-masa itu.

“Peristiwa-peristiwa itu bukan ancaman terhadap sistem. Sebab itu, saya pikir bahwa isu-isu sekarang lebih penting dan butuh perhatian lebih,” kata Haass.

Haass, yang pada 2015 setuju untuk menjadi konsultan Donald Trump dalam masalah kebijakan luar negeri, mengakui bahwa ia keliru saat berpikir bahwa keberadaan Trump dalam Pemerintahan “bisa membuatnya moderat”.

“Saya salah besar ketika menyangka bahwa keberadaan Trump dalam kekuasaan bisa membuatnya moderat atau normal. Dia malah semakin radikal dan melakukan tindakan-tindakan buruk,” sesal Haass.