Dubes Palestina Sebut Bin Zayed Diktator Haus Popularitas yang Tengah Cari Muka ke Israel

FILE - In this May 15, 2017, file photo, Abu Dhabi’s crown prince, Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, smiles during a meeting with President Donald Trump at the White House in Washington. Emails obtained by The Associated Press between business partners Elliott Broidy and George Nader indicate that the pair was working with bin Zayed in a lobbying effort to alter U.S. policy in the Middle East. (AP Photo/Andrew Harnik, File)

Share

POROS PERLAWANAN – Dubes Palestina untuk Prancis, Salman al-Harfi dalam wawancara dengan majalah Le Point menyebut Putra Mahkota Abu Dhabi, Muhammad bin Zayed sebagai diktator.

Dilansir Fars, al-Harfi menanggapi kompromi Abu Dhabi-Tel Aviv dengan mengatakan, ”Bin Zayed adalah seorang diktator kecil yang mencari popularitas dan bermain dengan ekor singa.”

Dubes Palestina ini “berterima kasih” kepada UEA dan Bahrain yang telah menormalisasi hubungan dengan Rezim Zionis.

“Saya secara pribadi berterima kasih kepada UEA karena telah menunjukkan wajah aslinya. Negara ini tidak pernah mendampingi Palestina dan telah menghentikan bantuan untuk PLO pada 1985 usai agresi Israel ke selatan Lebanon. Bantuan-bantuan ini dihentikan total setelah meletusnya Perang Teluk II pada tahun 1990,” papar al-Harfi.

Dia menilai, kesepakatan UEA dan Bahrain dengan Israel tidak dilatarbelakangi kondisi saat ini. Al-Harfi mengatakan, Abu Dhabi dan Manama sudah sejak lama menjalin kerja sama militer, keamanan, dan ekonomi dengan Tel Aviv. Dengan normalisasi, kedua negara ini telah memberikan legalitas kepada Rezim Penjajah dan melanggar hukum internasional.

Al-Harfi menyatakan, sejumlah negara mendapat tekanan ekonomi lantaran memihak Palestina. Ketika sebagian negara (Kuwait, Qatar, dan Libya) tidak mau menerima kepemimpinan bergilir Liga Arab, ini menunjukkan bahwa Palestina telah melumpuhkan organisasi Arab ini sendirian.

Sembari menegaskan bahwa yang dijajah Israel adalah Palestina, bukan UEA dan Bahrain, al-Harfi menyebut bangsa Palestina telah melawan selama satu abad dan siap melanjutkannya hingga seratus tahun lagi.

Merespons kritik ini, Menteri Penasihat UEA untuk Urusan Luar Negeri, Anwar Gargash secara emosional menuding al-Harfi sebagai orang yang “tak tahu balas budi dan tak tahu diri”.

“Saya tidak terkejut dengan statemen Dubes Palestina di Paris dan sikap tidak tahu terima kasihnya kepada UEA. Kami sudah biasa dengan orang yang tidak loyal dan tak tahu balas budi ini. Kami meyakini langkah kami menuju masa depan,” ujar Gargash.