Hizbullah Kecam Hakim Penyelidik Ledakan Beirut karena Aksinya Politisasi Kasus

Share

POROS PERLAWANAN – Dilansir Press TV, Wakil Kepala Gerakan Poros Perlawanan Hizbullah Lebanon, Sheikh Naim Qassem mengecam hakim yang memimpin penyelidikan ledakan pelabuhan Beirut tahun lalu, mengatakan bahwa dia menyebabkan masalah bagi negara dengan mempolitisasi kasus dan karena itu harus diberhentikan.

Berbicara pada sebuah upacara di Beirut selatan pada Sabtu malam, Sheikh Naim Qassem mengatakan bahwa milisi dari partai sayap kanan Pasukan Lebanon (LF) yang dipimpin oleh Samir Geagea memicu hasutan terbaru di lingkungan Tayyoune dengan menembaki pengunjuk rasa yang berkumpul dengan damai untuk mengkritik politisasi penyelidikan ledakan Beirut 2020.

Tujuh orang tewas dan sekitar 30 lainnya terluka dalam serangan bersenjata itu.

“Kami berhasil menggagalkan plot hasutan melalui kesabaran dan pengendalian diri. Namun, kami akan menindaklanjuti penyelidikan dan hasilnya. Kami akan bertindak sesuai hukum, dan akan menghukum para pelaku untuk menghentikan mereka yang mengganggu kehidupan masyarakat,” kata pejabat senior Hizbullah tersebut.

Sheikh Qassem menambahkan bahwa milisi partai Pasukan Lebanon dan tentara bayaran asing lainnya sama sekali tidak peduli dengan kondisi sosial ekonomi Lebanon yang semakin mengerikan, dan menempatkan kepentingan mereka sendiri di atas kepentingan Tanah Air.

Pejabat tinggi Hizbullah itu mengatakan bahwa Tarek Bitar, hakim yang bertugas menyelidiki bencana ledakan pelabuhan Beirut, telah menciptakan krisis besar di Lebanon.

“Dia cenderung mempolitisasi penyelidikan dan menyalahkan orang lain. Dia tidak bisa diandalkan lagi. Hal terakhir yang kami dengar adalah bahwa keluarga para korban menjadi sangat curiga dengan perilakunya. Dia bertanggung jawab atas hasutan besar di Tayyoune,” katanya. “Bitar sebaiknya berhenti dari jabatannya karena masalah dan kemalangan yang dia ciptakan, karena kurangnya kepercayaan publik kepadanya untuk menegakkan keadilan, dan untuk menstabilkan status quo.”

Dalam pidato minggu lalu setelah kekerasan mematikan, Sekretaris Jenderal Hizbullah Sayyid Hasan Nasrallah menggambarkan partai politik sayap kanan Pasukan Lebanon sebagai “ancaman terbesar” bagi orang-orang Kristen di Lebanon, memperingatkan mantan kelompok milisi tersebut terhadap “salah perhitungan” yang akan menjerumuskan negara itu ke dalam perang saudara.

Bitar telah berbulan-bulan mencoba meminta keterangan mantan Menteri Ali Hasan Khalil, Ghazi Zeiter, Nouhad Machnouk, Youssef Finianos, serta mantan Perdana Menteri Hasan Diab.

Hakim juga telah meminta untuk memanggil Kepala Keamanan Umum, Mayor Jenderal Abbas Ibrahim dan Kepala Keamanan Negara, Mayor Jenderal Tony Saliba. Namun, Kementerian Dalam Negeri dan Dewan Pertahanan Tinggi tidak memberinya izin untuk melakukannya.

Lebih dari 200 orang tewas dan sekitar 6.500 terluka dalam ledakan di pelabuhan Beirut tahun lalu, ketika tumpukan besar amonium nitrat, yang telah disimpan dengan tidak aman di pelabuhan selama bertahun-tahun, meledak.

Ledakan itu telah membuat ekonomi Lebanon –yang sudah terhuyung-huyung dari berbagai krisis, termasuk kerusakan sistem perbankannya, inflasi yang melonjak, dan pandemi virus Corona– makin compang-camping.

Sedangkan campur tangan Barat dan sanksi AS telah memperparah krisis keuangan dan politik yang memburuk.