Kepala Uni Eropa Akui Standar Ganda Kelompoknya dalam Masalah Ukraina dan Palestina

Share

POROS PERLAWANAN – Dilansir Press TV, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell mengakui bahwa blok 27 negara itu menerapkan standar ganda dalam hal perang di Ukraina dan Palestina, mengatakan bahwa standar ganda tersebut adalah bagian dari politik hubungan internasional.

Borrell membuat pernyataan tersebut selama wawancara dengan surat kabar El Pais yang dirilis pada Kamis, ketika ditanya mengapa Brussels jauh lebih bersedia untuk mendukung rakyat Ukraina daripada rakyat Gaza.

“Kami sering dikritik karena standar ganda. Tetapi politik internasional sebagian besar adalah tentang penerapan standar ganda. Kami tidak menggunakan kriteria yang sama untuk semua masalah,” katanya.

Borrell juga menyebut bahwa Amerika Serikat harus disalahkan karena kurangnya resolusi untuk apa yang disebutnya konflik Timur Tengah.

“Tidak ada solusi untuk konflik Timur Tengah tanpa komitmen yang sangat kuat dari pihak AS,” katanya, seraya menambahkan bahwa banyak upaya telah dilakukan tetapi saat ini tampaknya tidak ada jalan ke depan.

Dalam pernyataan munafik sebelumnya dalam wawancara, Borrell mengatakan bahwa mendukung Kiev melawan serangan militer Moskow adalah “keharusan moral” bagi negara-negara Barat.

“Menyelesaikan situasi dengan orang-orang yang terperangkap di penjara terbuka, di mana Gaza berada, bukan di tangan UE,” kata diplomat itu.

Dia menyebut kondisi kehidupan yang menyedihkan di Gaza “skandal” dan “memalukan”, tetapi tidak ditarik pada asal-usul krisis kemanusiaan.

Amerika Serikat selalu menjadi salah satu pendukung utama rezim Israel dan kekerasannya terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza.

Kritikus percaya, baik AS maupun kekuatan utama Eropa menerapkan standar ganda terhadap negara yang berbeda, termasuk rakyat Ukraina dan Palestina.

Jumat lalu, Israel melancarkan serangan militer atas Jalur Gaza yang terkepung, menewaskan puluhan warga sipil, termasuk setidaknya 17 anak-anak, dan melukai ratusan lainnya selama serangan yang berlangsung selama tiga hari berturut-turut.

Rezim pendudukan di Tel Aviv mengunci seluruh daerah Gaza di bawah blokade darat, udara, dan laut sejak Juni 2007.

Sebanyak 1,3 juta dari 2,1 juta warga Palestina di Gaza (62 persen) juga membutuhkan bantuan makanan, menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA).

Aktivis hak asasi manusia telah mengecam kegagalan komunitas internasional untuk mengambil tindakan yang bertujuan untuk mengakhiri pelanggaran Israel terhadap wilayah yang terkepung, menekankan bahwa “keheningan warga Gaza tidak akan bertahan selamanya”.