Ketika Biro Keamanan Israel ‘Terpaksa’ Tunduk di Hadapan Benteng Solidaritas Palestina

Share

POROS PERLAWANAN – Biro-biro keamanan Rezim Zionis selalu mengklaim pihaknya “bertindak logis” dalam menyikapi masalah Palestina. Namun tampaknya prediksi-prediksi keliru mereka sebelum ini menunjukkan bahwa mereka justru telah kehilangan logika dalam mengambil tindakan di hadapan orang-orang Palestina.

Dilansir al-Alam, ada sebuah pepatah Palestina yang mengatakan, ”Jika semua orang jadi gila, akalmu tidak akan berguna.” Saat ini, pepatah ini berlaku bagi pasukan keamanan Rezim Zionis.

Pengepungan kamp pengungsi Shuafat dan penggunaan kekerasan atas nama “Tinju Besi” oleh Tentara Israel saat memburu pelaku serangan ke pos pemeriksaan Shuafat justru telah membalikkan situasi dari yang diharapkan Rezim Zionis. Konflik-konflik terbaru bukan hanya terbatas pada Quds, kamp pengungsi, atau distrik-distrik sekitar saja, tapi malah meluas dan merembet ke semua wilayah Palestina di Tepi Barat.

Setelah terjadinya bentrokan di semua titik Quds dan sekitarnya, media-media Ibrani memasang tajuk “Kita Kehilangan Kontrol atas Quds” di headline mereka.

Seorang Zionis bertanya, kenapa setiap kali pemukim Yahudi melintas dengan kendaraannya di Quds selalu menjadi sasaran lemparan batu atau molotov, tapi orang-orang Palestina bisa mondar-mandir di semua gang dengan nyaman?

Dari pertanyaan ini kita bisa memahami penyebab sergapan-sergapan atas pasukan keamanan Israel. Dengan sedikit mencermati masalah ini, kejadian-kejadian serupa di masa mendatang bisa dicegah, tentu jika Rezim Zionis punya nalar untuk memahaminya.

Sehubungan dengan operasi di Shuafat, poin pertama adalah bahwa secara menakjubkan, operasi ini dilakukan di jantung Quds. Itu pun dieksekusi di pos pemeriksaan militer yang dibuat untuk melindungi orang-orang Zionis dari penyusupan warga Palestina ke Quds. Dilakukannya operasi ini menunjukkan bahwa bahaya bukan hanya berasal dari Tepi Barat saja, tapi juga berada di tengah orang-orang Zionis di Quds.

Poin kedua, yang lebih menakjubkan, adalah pelaku operasi ini orang yang sudah dikenal dan tempat persembunyiannya juga telah diketahui. Namun 5 hari sejak operasi, pasukan keamanan, polisi, dan Tentara Israel belum juga berhasil menangkap pemuda bernama Udi Tamimi yang masih berumur 22 tahun ini.

Poin yang lebih mengejutkan dalam hal ini adalah solidaritas warga Palestina dan meluasnya bentrokan hingga melampaui Quds (Tanah Pendudukan 1948). Ini adalah problem yang tak bisa diatasi.

Jika Biro-biro Keamanan Israel hari ini memperingatkan soal Intifada Besar, mereka harus menelaah dan mengkajinya baik-baik, sebab “meluasnya konflik hingga ke semua wilayah” adalah problem terpenting yang dihadapi Rezim Zionis saat ini.

Otoritas Israel harus sadar bahwa generasi baru telah berubah. Apa yang dianggap Rezim Zionis bisa dipersekusi atau dilenyapkan, justru akan kian mengakar dan langgeng.