Pembuatan ‘Kawasan Aman’ di Gaza, Proyek Israel yang Mati Sejak Lahir

Share

POROS PERLAWANAN-Usai gencatan senjata sepekan di awal Desember, Israel memberi tahu AS soal rencananya untuk membuat kawasan penghalang atau aman antara Tanah Pendudukan dan Gaza. Kabar-kabar menyebutkan, rencana Israel ini juga diinformasikan kepada Mesir, Yordania, UEA, Turki, dan Saudi.

Dilaporkan Fars, Israel mengumumkan bahwa proyek ini memiliki tiga tahap, yaitu penghancuran Hamas, perlucutan senjata Gaza, dan penumpasan ekstremisme di Gaza.

Beberapa pekan setelah tersiarnya kabar ini, Israel di jalur perbatasannya dengan utara Gaza tengah menghancurkan 40 gedung tempat tinggal setiap harinya. Harian Yedioth Ahronoth dan Maariv melaporkan, kedalaman kawasan aman ini, yang berada di sepanjang perbatasan Gaza, sekitar 1-2 km atau lebih sedikit.

Jika menengok ke belakang, kita mendengar Israel menyebut 3 tahap: penghancuran Hamas, perlucutan senjata Gaza, dan penumpasan ekstremisme. Setelah itu baru disusul pembuatan kawasan aman. Namun setelah hampir 80 hari berlalu sejak awal perang, Hamas bukan hanya tidak hancur, tapi terus mencabuti nyawa serdadu Israel. Lebih buruk dari itu, Hamas tidak membiarkan Israel berkuasa, dari sudut pandang militer, atas titik mana pun di Gaza.

Haaretz pada Sabtu 23 Desember melaporkan bahwa meski tidak diakui secara terang-terangan oleh Otoritas Tel Aviv, Israel pada praktiknya telah memasuki tahap ketiga perang, sebab berbagai pusat penentu keputusan di Israel telah bersiap untuk sebuah perubahan fundamental pada Januari nanti. IDF juga telah bersiap untuk memberi cuti kepada sejumlah besar pasukannya, sebab IDF dan pemanggilan pasukan cadangan memakan biaya sangat besar.

Kendati AS dalam praktiknya bersama Israel di semua sektor perang, namun dilaporkan bahwa Washington menentang pendudukan atas bagian mana pun di Gaza, sebab ia mengetahui aspek-aspek problem politis dan hukumnya.

Di sisi lain, tak ada negara Arab mana pun, bahkan para sekutu Barat Isarel, yang hingga kini menyetujui pembuatan kawasan aman di Gaza. UEA, yang sangat menyokong Israel, hanya berkata bahwa pihaknya menyetujui apa pun yang disetujui pihak-pihak terkait.

Alhasil, bisa diprediksi bahwa sebagaimana Israel tidak mendapatkan capaian militer apa pun setelah 2,5 bulan perang, Tel Aviv juga akan gagal dalam membuat kawasan aman. Berikut adalah alasan-alasannya:

Pertama, Hamas, Jihad Islam, dan faksi-faksi Perlawanan lainnya bukan hanya tidak menyerah atau lenyap meski digempur selama beberapa dekade terakhir, tapi mereka bahkan memegang kendali di lapangan dan memberikan berbagai pukulan telak kepada IDF, yang membuat Brigade Golani mundur setelah kehilangan seperempat pasukannya.

Saat diwawancarai televisi Israel, Komandan Batalion 13 Brigade Golani begitu gembira dengan keputusan penarikan mundur ini, sehingga ia terus tersenyum selama wawancara. Sebab itu, Hamas dan faksi-faksi lain tidak akan membiarkan kawasan aman dibentuk. Jika pun dibentuk, kawasan itu tidak akan aman dalam waktu lama.

Kedua, dimulainya pelaksanaan pembuatan kawasan aman itu sendiri menunjukkan kekalahan operasi militer Israel di Gaza. Sebab jika Hamas sudah hancur dan senjata Gaza dilucuti, tidak perlu ada percepatan proyek pembuatan kawasan aman. Oleh karena itu, upaya untuk membuat kawasan aman sama saja dengan kekalahan telak operasi darat.

Dengan demikian, ketika Hamas dan faksi-faksi Perlawanan masih sentosa, ini berarti bahwa proyek pembuatan kawasan aman “sudah mati sejak lahir.” Ketika debu perang mengendap, Israel dan IDF akan menyadari kekalahan ketiga mereka dengan lebih baik. Kekalahan pertama adalah kekalahan pada 7 Oktober. Kekalahan kedua adalah gagalnya operasi darat yang bertujuan melenyapkan Hamas dan membebaskan tawanan. Kekalahan ketiga adalah kegagalan membuat kawasan aman. Berlalunya waktu akan memperjelas dalamnya 3 kekalahan Israel ini.