Pemimpin Tertinggi Iran: Republik Islam, Inovasi Terpenting Imam Khomeini

Share

POROS PERLAWANAN – Dalam pidato peringatan ke-32 wafatnya Imam Khomeini, Ayatullah Ali Khamenei menyatakan, sejak awal kemenangan Revolusi Islam Iran, ada banyak pihak yang meramal bahwa Republik Islam hanya akan berusia dua bulan, enam bulan, atau maksimal setahun.

“Keteguhan dan ketegasan Imam Khomeini, juga kemenangan gemilang rakyat dalam perang (Iran vs Irak) dan beberapa hal lain, telah memudarkan prediksi-prediksi ini. Namun setelah wafatnya Imam Khomeini, musuh-musuh kembali mengulang asa mereka soal lenyapnya Republik Islam,” kata Ayatullah Khamenei, sebagaimana dilansir al-Alam.

Menurutnya, statemen resmi sebuah partai usang di tahun 1990, surat sekelompok legislator Iran beberapa tahun setelahnya soal berakhirnya tenggat Republik Islam, dan pernyataan terbuka sebagian pejabat AS bahwa Republik Islam tidak akan merayakan hari jadi ke-40, adalah contoh-contoh dari prediksi keliru tentang usia Republik Islam Iran.

“Rahasia kelanggengan pemerintahan yang dibentuk Imam Khomeini ini adalah kebersamaan dua kata ‘Republik’ dan ‘Islam’,” kata Ayatullah Khamenei.

Digulirkannya pandangan tentang Republik Islam, kata Ayatullah Khamenei, merupakan pekerjaan besar Imam Khomeini. Ia mengatakan, ”Imam menyimpulkan pentingnya kedaulatan Islam dan kepercayaan terhadap rakyat dari ajaran suci Islam. Imam meyakininya dari dalam lubuk hatinya.”

Ayatullah Khamenei membagi penentang kedaulatan Islam menjadi dua, yaitu “sekular nonagamis” dan “sekular agamis”.

Kelompok pertama adalah yang meyakini agama hanya mengurus masalah ibadah dan individu serta tidak punya kapasitas untuk membentuk tatanan politik. Sementara kelompok kedua adalah mereka yang meyakini agama, namun berpendapat agama tidak boleh dinodai dengan politik.

Mereka yang menentang karakteristik demokratis Republik Islam juga dibagi menjadi 2 kelompok. Pertama adalah kaum liberal-sekular yang berpendapat bahwa demokrasi hanya dibuat oleh para liberal dan teknokrat serta tak ada kaitannya dengan agama.

“Kelompok kedua meyakini agama, namun mengatakan bahwa masyarakat tak punya andil dalam kedaulatan agama. Agama harus membentuk pemerintahan tanpa peran dari rakyat sama sekali. Bentuk ekstrem dari pandangan ini adalah munculnya ISIS dalam beberapa tahun terakhir,” papar Ayatullah Khamenei.

Ia menegaskan, kedaulatan agama yang dibarengi andil rakyat adalah sebuah kesimpulan ilmiah, bukan emosional.

Ayatullah Khamenei mengatakan, ”Demokrasi keagamaan muncul dari literatur Islam. Siapa pun yang mengingkarinya berarti tidak menelaah Alquran.”