Loading

Ketik untuk mencari

Analisa

Semarak Prosesi Pelantikan Presiden Baru Iran, Kekalahan Lain Washington-Tel Aviv di Hadapan Teheran

Semarak Prosesi Pelantikan Presiden Baru Iran, Kekalahan Lain Washington-Tel Aviv di Hadapan Teheran

POROS PERLAWANAN – Di tengah pandemi dan kondisi luar biasa dunia, lebih dari 112 tokoh politik dari 73 negara, meliputi Presiden, Ketua Parlemen, Perdana Menteri, Menlu, dan sebagainya, menghadiri upacara pelantikan Ebrahim Raisi sebagai Presiden baru Iran pada Kamis 5 Agustus kemarin.

Dilansir al-Alam, kedatangan para tokoh politik dunia ini terjadi di saat AS dan Israel, dengan dibantu Inggris dan media-media Arab, berusaha menghasut opini publik untuk memusuhi Iran. Salah satu dalih terbaru yang digunakan mereka adalah tuduhan serangan ke kapal tanker Israel di perairan Oman.

Insiden ini dimanfaatkan Tel Aviv untuk mendeskripsikan Iran sebagai “ancaman”. Propaganda ini pun disokong oleh Washington dan London.

Berikut ini adalah beberapa alasan yang mendorong mereka melancarkan propaganda ini:

Pertama, Israel harus memilih cara lain untuk menyudutkan Iran, seperti isu keamanan maritim internasional, setelah ia berkali-kali gagal mendiskreditkan Iran dengan cara-cara lain. Di antaranya adalah melabeli Iran sebagai “ancaman nuklir” atau “ancaman regional”.

Rezim Zionis pun gagal meyakinkan negara-negara kuat dunia agar tidak menjalin kesepakatan nuklir dengan Teheran.

Kedua, AS menolak desakan Israel agar tidak merundingkan kembalinya Washington ke JCPOA. Sebab itu, AS berusaha menyenangkan Israel dengan menuruti permintaan lainnya, seperti menyebut Iran sebagai ancaman untuk keamanan maritim, atau menentang program rudal Iran dan berusaha untuk mencegah pengembangannya.

Padahal, program rudal Iran adalah proyek defensif dan berkaitan dengan keamanan nasionalnya. Tak seorang pun berhak bicara tentangnya, terlebih pihak-pihak seperti AS dan Israel, yang merupakan ancaman asli keamanan regional.

Ketiga, Washington sudah gagal dalam mengisolasi Teheran dan membatasi hubungannya dengan negara-negara di Kawasan. AS juga tak berhasil membuat Iran bertekuk lutut dengan sanksi-sanksi ekonomi. Sebab itu, AS berusaha menekan Iran melalui jalur politik agar bersikap lebih lunak terkait kesepakatan nuklir. Di sinilah AS menekankan “pembalasan kolektif” atas serangan ke kapal Israel. Padahal Washington sendiri tidak memiliki bukti apa pun atas tudingan itu. Ini menunjukkan bahwa tuduhan ini benar-benar politis.

Keempat, Naftali Bennett dan Yair Lapid perlu melakukan “aksi pamer” demi terhindar dari kritikan publik Israel atas kelemahan mereka, terutama setelah kegagalan agresi terbaru Rezim Zionis ke Suriah baru-baru ini, yang menjadi head line media lebih dari sepekan. Sebab itu, Kabinet Bennett merasa perlu untuk melayangkan ancaman ke Iran agar tidak kehilangan muka di hadapan publik.

Di sisi lain, andai Iran adalah pelaku serangan ke kapal Israel, kenapa Teheran mesti menyanggahnya? Bukankah Iran telah menjadi korban terorisme dan sabotase Rezim Zionis, yang begitu dibangga-banggakan Tel Aviv? Andai Iran menyerang tanker Israel, bukankah itu adalah pembalasan legal atas semua teror dan sabotase tersebut?

Harus dicamkan bahwa jika Teheran ingin membalas agresi Tel Aviv, Iran akan melakukannya secara tegas dan terbuka. Inilah yang dilakukan Iran ketika membalas teror atas Syahid Qassem Soleimani, dengan cara menghujani pangkalan AS di Ayn al-Asad dengan rudal.

Kehadiran para tokoh dan petinggi negara-negara dunia dalam upacara pelantikan Raisi adalah bukti kegagalan AS serta Israel dalam upaya mengucilkan Iran. Mereka gagal mengesankan serangan pihak-pihak misterius ke kapal Israel sebagai ancaman bagi keamanan maritim. Negara-negara lain tak mau berpartisipasi dalam perang yang dijalani Rezim Zionis; perang yang tidak akan mendatangkan manfaat apa pun bagi mereka.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *