Loading

Ketik untuk mencari

Yaman

Tanpa Tekad dan Kejelasan Memadai, Janji Washington Hentikan Perang Yaman Bakal Sulit Terpenuhi

Tanpa Tekad dan Kejelasan Memadai, Janji Washington Hentikan Perang Yaman Bakal Sulit Terpenuhi

POROS PERLAWANAN – Sebagian pakar dan pengamat berpendapat, statemen Presiden AS Joe Biden pekan lalu soal perang Yaman dan dihentikannya penjualan senjata ofensif ke Koalisi Saudi, tidak menunjukkan tekad memadai Washington untuk mengakhiri perang. Pernyataan Biden dinilai hanya untuk menenangkan situasi belaka.

Dikutip Fars dari Anadolu, dengan berlalunya lebih dari 2 pekan masuknya Biden ke Gedung Putih, ia mengaku akan menghentikan penjualan senjata ke Saudi dan UEA. Pada Kamis pekan lalu, ia mengangkat Timothy Lenderking sebagai Wakil AS untuk Urusan Yaman. Namun, menurut Anadolu, langkah ini tidak berarti bahwa proses perdamaian akan segera dimulai.

Kantor berita Turki ini menyatakan, pernyataan Biden tidak berisi ancaman atau janji kepada pihak mana pun. Di saat perang dan bombardir masih berlanjut, Presiden AS tidak menunjukkan tekad dan kejelasan memadai untuk menggerakan proses perdamaian.

Statemen Biden pada pekan lalu dinilai tak lebih dari penegasan atas sikapnya sebelum Pilpres soal penghentian perang di Yaman.

Di masa kampanye dahulu, Biden mengaku akan mengambil strategi tegas untuk mengakhiri perang di Yaman dan mengadili para pelanggar HAM dalam perang tersebut. Ia mengklaim bahwa para pelaku mesti membayar konsekuensi tindakan mereka.

Di lain pihak, orang-orang Yaman juga berusaha mengakhiri krisis yang akan memasuki tahun ke-7 ini; krisis yang telah membuat jutaan orang menderita kelaparan. Namun dengan adanya janji-janji Presiden AS, masih ada banyak pertanyaan serius soal tindakan Washington untuk mengakhiri perang.

Kepada Anadolu, seorang pakar militer Yaman, Ali al-Dzahab mengatakan bahwa keputusan Biden tidak terlalu memengaruhi kondisi perang di Yaman. Sebab, kata al-Dzahab, pihak-pihak yang berkonflik mengajukan syarat-syarat rumit untuk perdamaian.

Menurutnya, kelompok Houthi menuntut agar serangan udara, blokade, dan penutupan bandara Sanaa diakhiri sehingga mereka mau berunding. Di lain pihak, Pemerintahan Mansour Hadi menuntut Ansharullah menghentikan operasi militer dan menyerahkan semua senjata mereka.

Anadolu menilai, perang Yaman adalah pasar besar persenjataan. Di saat bersamaan, AS juga menghadapi kondisi ekonomi buruk, sehingga terpaksa menjual senjata untuk mengatasi krisis ekonomi ini. Sebab itu, statemen Biden soal komitmen AS untuk melindungi keamanan Saudi masih membuka peluang bagi Washington untuk menjual senjata defensif kepada Riyadh.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *