Diplomat Rusia Bela Iran yang Dituding Menunda-nunda Perundingan Wina

Share

POROS PERLAWANAN – Dilansir Fars, jurnalis Wall Street Journal, Laurence Norman menuding Pemerintah Iran mengulur-ulur waktu untuk memulai kembali Perundingan Wina terkait pemulihan JCPOA.

“Sudah 6 bulan 7 hari berlalu sejak dimulainya Perundingan Wina pada 2 April 2021. Ini mencakup satu putaran perundingan selama 2 bulan 18 hari dan (sisanya berkaitan dengan putaran) 3 bulan 19 hari. Namun Pemerintah baru Iran menghabiskan 2 bulan 18 hari ini hanya untuk mengkaji dialog”, cuit Norman di laman Twitter-nya.

Tudingan ini pun ditanggapi oleh Wakil Rusia di organisasi-organisasi internasional di Wina, Mikhail Ulyanov. Ia berkata, AS sendiri juga menghabiskan waktu 2 bulan untuk mempersiapkan Perundingan Wina.

“Kita tidak boleh lupa bahwa Pemerintahan baru Iran baru dibentuk pada Agustus lalu. Artinya, Pemerintahan ini masih berumur kurang dari 2 bulan. Sementara AS sendiri menghabiskan 2 bulan untuk bersiap memasuki Perundingan Wina”, tulis Ulyanov.

Dalam beberapa pekan terakhir, Pemerintahan Joe Biden dalam berbagai kesempatan menuduh Teheran sedang membuang-buang waktu dan tidak berminat melanjutkan Perundingan Wina.

Namun Menlu Iran, Hossein Amir Abdollahian pada Jumat pekan lalu menegaskan, Iran tetap berniat kembali ke Perundingan Wina. Ia berkata, ”Kami telah mendekati kesimpulan akhir di Pemerintahan baru.”

“Karena Pemerintah baru adalah pemerintahan yang berorientasi kepada kerja dan hasil, maka sangat penting bahwa kepentingan dan hak bangsa Iran harus terwujud sepenuhnya dalam perundingan ini,” imbuhnya.

Seraya menegaskan bahwa Iran tidak akan menghabiskan waktunya dalam perundingan, ia berkata, ”Penting bagi kita untuk menangkap sinyal-sinyal dari pihak lain, termasuk AS, yang menunjukkan bahwa keseriusan niat AS untuk kembali sepenuhnya ke komitmen mereka.”

“Kita menjadikan perilaku AS sebagai barometer dan mengukurnya. Jika perilaku mereka menunjukkan niat untuk kembali ke komitmen mereka, juga tiga negara Eropa (Prancis, Inggris, dan Jerman), akan ada optimisme terkait JCPOA,” tandas Abdollahian.