Lavrov: Rusia Selidiki Keterlibatan Barat dalam Pemberontakan Bersenjata Kelompok Wagner

Share

POROS PERLAWANAN – Dalam wawancara eksklusif dengan Russia Today, Menlu Rusia Sergey Lavrov menyatakan bahwa Biro Keamanan Rusia tengah menyelidiki kemungkinan peran Biro-biro Intelijen Barat dalam pemberontakan bersenjata di Rusia baru-baru ini.

Diberitakan Fars, Lavrov berkata bahwa Dubes AS di Rusia dalam kontaknya dengan Moskow menegaskan bahwa segala hal terkait upaya pemberontakan oleh grup Wagner adalah urusan domestik Rusia. Menurutnya, Dubes AS memberikan sinyal bahwa Washington tidak terkait dengan pemberontakan ini dan berharap bahwa keamanan terkait persenjataan nuklir tetap terjaga.

Menlu Rusia juga menanggapi pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron tentang pemberontakan Pemimpin Wagner, Yevgeny Prigozhin. Lavrov berkata, ”Paris memandang (pemberontakan) ini sebagai kesempatan di tangan Barat untuk memaksakan kekalahan strategis atas Rusia.”

Macron pada Minggu lalu menanggapi perkembangkan di Rusia dengan berkata, ”Pemberontakan kelompok bersenjata Wagner menunjukkan adanya celah-celah di dalam barisan Rusia. Ini menandakan ringkihnya Militer Rusia.”

Menurut Lavrov, banyak negara yang menyatakan dukungan dan solidaritas kepada pimpinan Rusia saat terjadinya pemberontakan.

Rusia mengalami situasi tegang sejak Jumat malam hingga Sabtu malam pekan lalu. Milisi Wagner menduduki fasilitas militer di kota Rostov dan mengumumkan bahwa pasukannya akan merangsek ke Moskow.

Di bagian lain wawancara, Lavrov mengungkit perang proksi Barat atas Rusia di Ukraina dan menyatakan bahwa hubungan Rusia dengan seluruh Barat telah musnah lantaran inisiatif negara-negara Barat sendiri.
“AS memerangi Rusia dengan menggunakan tangan Ukraina, yang menunjukkan keberpihakan dan partisipasi AS. Rusia sedang melawan mesin propaganda seluruh Barat,” kata Lavrov.

Ia menyindir kemunafikan dan dualisme AS dengan mengatakan, ”Dalam pandangan AS, kudeta tahun 2014 di Kiev adalah sebuah ‘proses demokratis’, namun hal sama di Yaman dianggap sebagai ‘penggulingan Presiden yang sah’.”