Mengapa Reaksi AS Pasif Soal Serangan Gagal ke Fasilitas Militer Iran di Isfahan?

Share

POROS PERLAWANAN – Lebih dari sepekan setelah gagalnya serangan ke fasilitas Kemenhan Iran di Isfahan, berbagai reaksi di media-media Israel terhadap masalah ini masih terus berlanjut, yang bisa dipandang sebagai bukti-bukti awal keterlibatan Tel Aviv dalam insiden tersebut.

Diberitakan Fars, setelah Kemenhan Iran dalam statemennya menyatakan bahwa sistem pertahanan udara sukses menghancurkan salah satu drone penyerang dan menjebak 2 lainnya, muncul sebuah gerakan di media untuk mengesankan “keberhasilan serangan tersebut”.

Awalnya, kanal Saudi, al-Hadath mengeklaim bahwa operasi Sabtu malam 28 Januari itu dilakukan oleh AS dan sebuah negara selain Saudi.

Namun beberapa jam kemudian, Reuters mengutip dari Pentagon bahwa AS tidak terlibat dalam serangan tersebut. Seorang pejabat AS juga mengatakan kepada kanal KAN bahwa tak satu pun awak Militer AS yang melakukan serangan atau operasi di dalam wilayah Iran.

Menyusul klaim al-Hadath, Jerusalem Post mengutip dari “sumber-sumber intelijen Barat dan sumber-sumber luar negeri” bahwa operasi itu “sangat sukses”.

Hanya beberapa jam setelahnya, Wall Street Journal dalam laporan yang berlawanan dengan klaim-klaim al-Hadath dan Jerusalem Post, menyebut Israel dan Mossad berada di balik “serangan gagal” tersebut.

Dengan mengajukan bukti dari foto-foto satelit, Wall Street Journal juga mengonfirmasi bahwa serangan itu hanya menimbulkan kerusakan kecil di atap bangunan. Foto-foto satelit ini pun menggagalkan upaya media untuk mengesankan kesuksesan operasi tersebut.

Sepekan setelah terjadinya serangan, analis Zionis, Yoav Limor dalam tulisannya di Israel Hayom menyatakan bahwa tindakan AS yang mengaku tidak berperan dalam serangan itu adalah tindakan logis dan rasional.

“Logis jika kita katakan bahwa meski membantah keterlibatannya, orang-orang AS tidak dikejutkan oleh tersebarnya informasi soal serangan itu di Wall Street Journal. Ini menunjukkan bahwa AS takut terhadap respons Iran (terhadap pasukannya di Irak). Barangkali juga mereka ingin membiarkan pintu perundingan soal kesepakatan nuklir tetap terbuka”, tulis Limor.

“Dengan asumsi bahwa Israel benar-benar mendalangi serangan ini, ini adalah operasi pertama di era Pemerintahan baru Netanyahu. Sebelumnya, Mossad di bawah kepemimpinan Yossi Cohen juga memandu sebuah kebijakan operasi agresif terhadap Iran. Tampaknya, suksesor Cohen, David Barnea juga akan melanjutkan kebijakan ini”.

“Tujuan serangan ini bukan hanya mengganggu pergerakan Iran, tapi juga menciptakan prevensi. Wajar jika gesekan antara kedua kubu akan meningkat. Sebab itu, muncul suara-suara di Teheran untuk membalas dendam kepada Israel. Oleh karena itu, Israel harus bersiap untuk serangan balik”, tandas Limor.