Oposisi Bahrain: Hari Quds Internasional, Kesempatan Emas Kecam Normalisasi Hubungan dengan Israel

Share

POROS PERLAWANAN – Dilansir Press TV, gerakan protes oposisi Bahrain menggambarkan Hari Quds Internasional yang akan datang sebagai kesempatan emas untuk mengecam normalisasi hubungan rezim Manama dengan rezim Tel Aviv dan mengulangi seruan untuk pembebasan wilayah Palestina dari pendudukan Israel.

Koalisi Pemuda 14 Februari -dinamai berdasarkan tanggal ketika pemberontakan populer melawan rezim Al Khalifah yang berkuasa di Bahrain lahir- meminta orang-orang dari semua lapisan masyarakat Bahrain serta negara-negara Arab dan Muslim untuk mengadakan demonstrasi dan memperingati hari Quds Internasional, yang jatuh pada Jumat terakhir bulan suci Ramadhan setiap tahun dan akan diperingati pada tanggal 7 Mei tahun ini.

Gerakan oposisi menyatakan bahwa para pendukungnya akan menggelar demonstrasi untuk memperingati Hari Quds Internasional di seluruh Bahrain, di mana para peserta aksi akan mengibarkan bendera nasional Palestina sekaligus membakar bendera Israel.

Para demonstran juga akan mengungkapkan solidaritas mereka kepada para tahanan politik Bahrain.

“Sementara boneka dan rezim Arab pengkhianat di wilayah Teluk Persia telah menormalisasi hubungan mereka dengan rezim Zionis dengan menerima apa yang disebut Kesepakatan Abad ini [dibuat oleh mantan Presiden AS, Donald Trump] dan pembukaan Kedutaan Besar Bahrain dan UEA di Wilayah Pendudukan, (bangsa) Arab dan negara Muslim di seluruh dunia akan memperingati Hari Quds Internasional untuk mengutuk tindakan tersebut,” kata Koalisi Pemuda 14 Februari.

Pernyataan tersebut juga menggarisbawahi bahwa warga negara Bahrain dan berbagai faksi politik di negara itu harus bersatu untuk menyukseskan tujuan utama dunia Muslim, yaitu perjuangan Palestina dan pembebasan Yerusalem (al-Quds).

Hari Quds Internasional adalah warisan almarhum pendiri Republik Islam, Imam Khomeini, yang menetapkan hari itu sebagai hari solidaritas dengan rakyat Palestina.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menandatangani perjanjian dengan Menteri Luar Negeri Emirat, Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan dan Menteri Luar Negeri Bahrain, Abdullatif Al Zayani dalam upacara resmi yang diselenggarakan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump di Gedung Putih pada 15 September tahun lalu.

Warga Palestina, yang memperjuangkan negara merdeka di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang diduduki dengan Yerusalem Timur al-Quds sebagai Ibu Kotanya, memandang kesepakatan itu sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan mereka.