Abbas Tunda Pemilu, Sekjen Jihad Islami Desak Seluruh Faksi Palestina Gelar Sidang Darurat Nasional

Share

POROS PERLAWANAN – Sekjen Jihad Islami, Ziyad al-Nakhalah pada Jumat 30 April menanggapi pedas keputusan Mahmoud Abbas terkait penundaan Pemilu.

Ketua Pemerintahan Otonomi Nasional Palestina pada Jumat dini hari secara resmi mengumumkan penangguhan Pemilu Palestina. Abbas mengatakan, penyelenggaraan Pemilu bergantung pada kemungkinan keikutsertaan Quds dalam Pemilu tersebut.

“Apa yang terjadi pada hari ini (di Palestina) menegaskan bahwa jihad dan perlawanan terhadap Musuh Zionis adalah dua hakikat permanen, yang mesti disikapi semua pihak secara serius dan tak boleh dijauhi,” tandas al-Nakhalah, sebagaimana dilaporkan portal berita Dunya al-Wathan.

“Kita adalah bangsa yang selalu berada di bawah penjajahan, meski ada ‘Pemerintahan Delusif’ yang perwujudannya kita saksikan dalam bentuk aparat keamanan dan kepolisian; aparat-aparat yang dari pagi hingga malam bekerja sama dengan musuh.”

“Mereka berkhayal bahwa koordinasi keamanan barangkali bisa meyakinkan musuh untuk memberikan sebuah negara kepada kita. Upaya untuk hidup harmonis dengan para penjajah melalui Pemilu seolah ingin mengesankan bahwa kita hidup dalam kebebasan penuh. (Namun) kejadian-kejadian lalu sejak Perjanjian Oslo telah membuktikan bahwa semua ini hanya ilusi belaka,” lanjut al-Nakhalah.

Menurut al-Nakhalah, saat ini Gaza masih diblokade, warga Palestina diburu dan ditangkapi, rumah-rumah dihancurkan, serta permukiman Zionis di Quds dan Tepi Barat terus diperluas. Ini semua, tandasnya, membuktikan bahwa Palestina masih dijajah. Untuk itu, bangsa Palestina harus melawan, bukan mengemis dari para penjajah dan hidup harmonis bersama mereka dengan berbagai alasan kosong.

Sekjen Jihad Islami di akhir statemennya menyeru semua faksi Palestina untuk mengadakan sidang darurat. Ia berkata, ”Saya mengundang semua kelompok rakyat untuk menghadiri sidang darurat, alih-alih hanya berkomentar dan memprotes. Dalam agenda kerja kita, hanya ada satu pasal, yaitu bahwa kita adalah masyarakat yang dijajah. Kita mesti menyepakati sebuah program nasional yang relevan dengan pemahaman ini. Opsi-opsi lain sama saja dengan membuang-buang waktu dan energi.”