Jelang Pelantikan Biden, Korea Utara Pamerkan ‘Senjata Terkuat di Dunia’

POROS PERLAWANAN – Dilansir Press TV, Korea Utara mengadakan parade akbar untuk memamerkan rudal balistik kapal selam yang oleh Pyongyang disebut sebagai “senjata paling ampuh di dunia”, kurang dari seminggu sebelum musuh bebuyutannya Amerika Serikat, akan melantik Presiden baru Joe Biden.

Parade militer berlangsung di Alun-alun Kim Il Sung di Ibu Kota, kantor berita resmi KCNA melaporkan pada hari Jumat.

“Senjata paling kuat di dunia, rudal balistik peluncuran kapal selam, memasuki alun-alun satu demi satu, dengan kuat menunjukkan kekuatan Angkatan Bersenjata revolusioner,” katanya.

Parade tersebut juga memamerkan roket dengan “kemampuan serangan yang kuat untuk benar-benar memusnahkan musuh dengan cara preemptive (mendahului) di luar wilayah,” tambah Badan itu.

Sementara itu, dalam acara tersebut, Kepala Negara Kim Jong-un mengecam AS sebagai “musuh utama” negaranya.

Kim telah mencari jalan baru untuk retorika unik negara yang berapi-api terhadap AS menjelang dimulainya kepresidenan Joe Biden.

Para pengamat menyebut pameran kekuatan sebagai sebagai cara untuk menantang pemerintahan AS yang akan datang jika berani mengulangi kesalahan diplomatik dan militer pendahulunya terhadap Pyongyang.

Di bawah pemerintahan Donald Trump yang sekarang lumpuh, Washington terus melakukan manuver militer bersama dengan Jepang dan Korea Selatan di dekat wilayah Utara. AS juga menolak untuk melepaskan sanksinya sendiri dan sanksi dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa atas Korea Utara, meskipun Trump dan Kim sempat mengadakan pertemuan langka beberapa waktu yang lalu.

Sebaliknya Washington bersikeras bahwa Pyongyang harus menurunkan program senjata nuklirnya.

Biden, yang menyebut Kim sebagai “preman”, mengatakan pada bulan Oktober bahwa ia hanya akan bertemu Kim dengan syarat bahwa Pyongyang akan setuju untuk mengurangi kapasitas nuklirnya, menandakan bahwa ia siap untuk melakukan cara berpolitik baru.

Sementara Kim, telah mengidentifikasi potensi pengabaian kebijakan bermusuhan AS sebagai faktor paling menentukan dalam hubungan kedua negara.