Loading

Ketik untuk mencari

Arab Saudi

Economist: Ubah Haluan, Saudi Pecundang Akhirnya Pilih Cari Damai dengan Suriah dan Yaman

Economist: Ubah Haluan, Saudi Pecundang Akhirnya Pilih Cari Damai dengan Suriah dan Yaman

POROS PERLAWANAN – Majalah Economist dalam tulisannya membahas perubahan kebijakan luar negeri Saudi terhadap pihak-pihak di Kawasan.

Dilansir Fars, Economist menyatakan bahwa Saudi beralih dari strategi memusuhi negara-negara Kawasan dan menggulingkan Pemerintahan mereka (seperti Suriah dan Yaman) ke strategi rekonsiliasi.

“Umumnya para diplomat jarang mengakui kegagalan. Namun ini adalah tindakan yang dilakukan Menlu Saudi pada 18 Februari di Konferensi Keamanan Munich”, tulis Economist.

Menurut majalah Inggris ini, awalnya Kerajaan Saudi berusaha mengisolasi Bashar Assad, yang dideskripsikannya sebagai “diktator Suriah dengan tangan berlumur darah”. Namun saat Menlu Saudi, Faisal bin Farhan di Munich ditanya soal rumor bahwa Riyadh telah mengubah sikapnya, ia menjawab bahwa upaya pengucilan Assad telah mendekati akhir.

“Ada kesepakatan bahwa situasi ini sudah tidak bisa dijalankan lagi,” katanya.

Saudi, tulis Economist, selama satu dekade terakhir menggelontorkan puluhan miliar Dolar untuk menggulingkan dua musuhnya, yaitu Assad dan kelompok Houthi, yang merupakan Gerakan Perlawanan Syiah dan mengontrol sejumlah besar kawasan Yaman.

Menurut Economist, kemungkinan Riyadh akan mengumumkan bahwa pihaknya gagal dalam 2 upaya ini. Namun itu tidak berarti bahwa Saudi menyukai para penentangnya, sebab seperti kebanyakan kerajaan lain di Timteng, Riyadh memandang pihak-pihak lain di Dunia Arab sebagai sumber kerepotan dan gangguan.

Oleh karena itu, lanjut Economist, Saudi sejak awal mendukung pemberontakan terhadap Assad dan mengirim senjata serta uang sejak tahun 2012 kepada oposisi. Namun pemberontakan ini berakhir dengan kegagalan: persenjataan ringan negara-negara Teluk Persia dan Barat tidak mampu menyamai investasi strategis Iran dan, belakangan, Rusia, yang memiliki fasilitas berkali-kali lipat lebih banyak.

“Namun bahkan setelah kemenangan Assad dalam perang, Saudi, dan Qatar, enggan menjalin hubungan kembali dengan Damaskus atau mengizinkan Suriah kembali ke Liga Arab; yang telah dibekukan sejak 2011. Meski begitu, sekarang negara-negara ini tidak lagi bersikeras atas hal ini.

“Bin Farhan dalam Konferensi Munich mengatakan bahwa para diplomat Teluk Persia secara personal meyakini bahwa tidak ada lagi jalur yang jelas untuk menyingkirkan Assad”, tulis Economist.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *