Loading

Ketik untuk mencari

Opini

Kerap Umbar Ancaman, Israel Tampaknya Lupa Sedang Berada di Era Poros Perlawanan

Kerap Umbar Ancaman, Israel Tampaknya Lupa Sedang Berada di Era Poros Perlawanan

POROS PERLAWANAN – “Kami jelas-jelas khawatir. Israel bukan salah satu pihak dalam kesepakatan. Israel tidak berkomitmen terhadap apa yang ditulis dan ditandatangani dalam surat kesepakatan. Israel akan terus bertindak secara bebas kapan pun dan di mana pun tanpa ada batasan. Kami bukan hanya melakukan serangan defensif, tapi juga ofensif.”

Dilansir al-Alam, ungkapan di atas keluar dari mulut PM Israel Naftali Bennett, sebagai reaksi terhadap perundingan yang sedang berlangsung di Wina untuk mencabut sanksi-sanksi AS atas Iran.

Sebagian pengamat berpendapat, problem orang-orang seperti Bennett di Israel adalah mereka berpikir masih hidup di masa sebelum Revolusi Islam dan Poros Perlawanan. Mereka menduga tengah hidup di zaman yang di situ Israel adalah “pihak yang mengawali dan mengakhiri perang’; zaman ketika mereka menyerang seenaknya tanpa mencemaskan adanya balasan.

Pikiran semacam inilah yang mendorong para petinggi Rezim Zionis mengumbar ancaman kepada negara-negara lain, hanya karena pihak-pihak lain itu dianggap sebagai ancaman bagi Tel Aviv.

Di lain pihak, banyak pula pengamat yang menilai, ancaman yang dilontarkan petinggi Israel nyaris tiap hari kepada Iran menunjukkan, mereka kini mengakui sudah tidak lagi hidup di dekade 60 hingga 80, namun sekarang berhadapan dengan kekuatan besar regional bernama Republik Islam Iran.

Selain itu, ada pula poros bernama “Poros Perlawanan” yang memanjang di seluruh geografi Kawasan. Bersama Iran, Poros ini telah membuat Israel tak lagi bergerak bebas selama 2 dekade terakhir.

Ketika Iran dan Poros Perlawanan bisa menghadang “kekuatan-kekuatan besar” semisal AS di Timteng, sudah pasti mereka akan lebih mudah menangani Rezim Zionis. Sebab, Israel kuat bukan karena kemampuannya, tapi lantaran kelemahan pihak-pihak lain.

Inilah fakta “kekuatan” Israel yang telah dibongkar oleh Syahid Qassem Soleimani. Dia tahu benar bahwa Israel tidak memiliki kekuatan dari internalnya, yang bisa membuatnya menjalani perang panjang. Apa yang dimiliki Israel berasal dari kelemahan pihak-pihak lain.

Oleh sebab itu, Syahid Soleimani bersatu dengan kaum merdeka dan membentuk faksi-faksi Perlawanan; faksi-faksi yang membuat Israel harus memikirkan akibat-akibatnya terlebih dahulu sebelum berencana untuk menyerangnya.

Atas dasar ini, para sekutu Barat Israel, termasuk AS, tidak lagi menganggap serius ancaman-ancaman Tel Aviv terhadap Teheran. Bahkan, obral ancaman ini justru membuat sebal para sekutunya.

Israel ibarat bocah cilik bengal yang menghentakkan kakinya saat meminta sesuatu dari orangtuanya; sesuatu yang tak bisa dipenuhi oleh mereka. Sebab itu, orangtuanya tak punya pilihan selain mengabaikan jeritan-jeritan si anak nakal.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *