Markas Militer Terbesar Kedua AS di Irak Terbakar Habis Digempur Serangan Drone Poros Perlawanan

Share

POROS PERLAWANAN – Dilansir Press TV, sebuah kelompok Irak merilis gambar serangan udara yang baru-baru ini dilakukan terhadap pangkalan militer terbesar kedua yang menampung pasukan AS di Irak.

Kelompok yang mengidentifikasi dirinya sebagai Lawa al-Thaerin melancarkan serangan pada Jumat dini hari terhadap pangkalan al-Harir yang terletak di Erbil, Ibu Kota wilayah Kurdistan Irak.

Juru bicara koalisi pimpinan AS yang menduduki Irak, Wayne Marotto membenarkan serangan itu, tetapi mengklaim bahwa insiden itu tidak menyebabkan kerusakan pada pos terdepan.

Akan tetapi, gambar yang dipublikasikan kelompok Irak pada Minggu, bagaimanapun, menunjukkan pangkalan itu terbakar habis setelah serangan tersebut.

Laporan mengatakan serangan itu dilakukan dengan menggunakan kendaraan udara tak berawak.

Koalisi pimpinan AS meluncur ke Irak pada tahun 2014 dengan dalih memerangi kelompok teroris Takfiri ISIS. Para pengamat mengatakan operasi itu terjadi pada saat Washington hampir kehabisan alasan untuk memperpanjang invasi 2003-sekarang ke negara Arab itu.

AS mempertahankan kehadirannya, meskipun, Baghdad dan sekutunya telah mengalahkan ISIS pada akhir 2017, di samping adanya undang-undang yang disahkan oleh parlemen Irak awal tahun lalu yang mengatur semua bentuk kehadiran militer pimpinan AS di negara itu ilegal.

Badan Legislatif menyetujui undang-undang tersebut setelah serangan pesawat tak berawak AS menargetkan Ibu Kota Baghdad, menewaskan Komandan senior Anti-teror Iran dan Irak, Letnan Jenderal Qassem Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis.

Kelompok Poros Perlawanan Irak telah bersumpah untuk tidak meletakkan senjata mereka sampai pengusiran semua pasukan asing. Mereka menegaskan kembali posisi mereka dalam pernyataan terakhirnya, dan mereka menggarisbawahi bahwa perjuangan akan terus berlanjut sampai pengusiran pasukan asing terakhir.

Serangan drone yang menargetkan keberadaan Amerika di Irak telah meningkat setelah spekulasi baru-baru ini bahwa AS akan memaksa Pemerintah Perdana Menteri Mustafa al-Khadhimi untuk memberikan lampu hijau bagi kehadiran militer asing ilegal di negara itu.