Loading

Ketik untuk mencari

Analisa

Serangan Drone ke Kediaman Netanyahu: Bukti Israel Lebih Rapuh Dari Sarang Laba-laba

Serangan Drone ke Kediaman Netanyahu: Bukti Israel Lebih Rapuh Dari Sarang Laba-laba

POROS PERLAWANAN – Pada 20 Oktober 2024, sebuah drone yang diluncurkan oleh Hizbullah dari Lebanon berhasil menembus sistem pertahanan udara Israel dan menargetkan rumah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Caesarea. Kejadian ini bukan hanya sekadar ancaman bagi keselamatan Netanyahu, melainkan juga mencerminkan tantangan serius bagi keamanan nasional Israel. Insiden ini mengungkap kelemahan yang semakin jelas dalam menghadapi kemampuan tempur Hizbullah yang terus berkembang.

Kemampuan Intelijen dan Militer Hizbullah

Serangan ini mencerminkan kemampuan operasional dan intelijen yang tinggi dari Hizbullah. Amos Harel, analis militer dari surat kabar Haaretz, menegaskan bahwa serangan tersebut mengindikasikan “kemampuan pengumpulan data intelijen yang terencana dan akurat” oleh Hizbullah. Drone tersebut tidak hanya berhasil menembus pertahanan udara Israel yang canggih, tetapi juga mengenai target dengan presisi tinggi, menunjukkan senjata dan strategi yang telah dirancang dengan matang (Harel, 2024).

Hizbullah telah lama mengembangkan kemampuan militernya, termasuk teknologi drone. Studi dari Center for Strategic Studies (2023) mencatat bahwa kelompok ini telah berinvestasi besar dalam pengembangan drone yang mampu menghindari radar dan menargetkan wilayah Israel dengan akurasi tinggi. Drone ini kini menjadi komponen utama dalam taktik perang Hizbullah, memberikan mereka keuntungan dalam konflik asimetris.

Kelemahan Sistem Pertahanan Udara Israel

Salah satu implikasi paling mencolok dari serangan ini adalah kegagalan sistem pertahanan udara Israel. Kolonel (Purn) Kobi Marom, pakar keamanan nasional Israel, menyatakan bahwa insiden ini merupakan ancaman serius terhadap keamanan negara. Menurutnya, “sangat serius ketika musuh dengan mudahnya bisa mengancam keselamatan Perdana Menteri dan merusak simbol-simbol kekuasaan Israel” (Marom, 2024). Sistem seperti Iron Dome, yang dirancang untuk menghadapi serangan roket, tampaknya kurang efektif dalam menangani ancaman drone yang lebih modern dan sulit terdeteksi.

Laporan dari Walla juga mempertegas kelemahan pertahanan udara Israel. Hizbullah, dengan kemampuannya yang terus berkembang, kini mampu melakukan serangan drone yang efektif. Kejadian seperti ini telah mengungkap bahwa Israel perlu mengevaluasi kembali sistem pertahanan udaranya untuk menghadapi ancaman yang lebih kompleks (Walla, 2024).

Kapabilitas Militer Hizbullah: Jumlah Pejuang dan Persenjataan

Serangan ini juga menjadi pengingat akan kekuatan militer Hizbullah yang masih signifikan, meskipun telah terkena berbagai serangan selama bertahun-tahun. Hizbullah diperkirakan memiliki antara 25.000 hingga 50.000 pejuang aktif yang siap bertempur, dengan ribuan lainnya yang dapat dimobilisasi dalam waktu singkat (Katz, 2023; Levitt, 2022; Bergman, 2021). Angka ini mencerminkan kapasitas besar kelompok tersebut dalam mempertahankan operasinya dalam jangka waktu yang panjang.

Menurut Kolonel Marom, “Hizbullah masih memiliki puluhan ribu pejuang yang dapat melanjutkan serangan intensif dengan ratusan roket setiap hari.” Ini merupakan ancaman yang nyata, terutama dengan kemampuan mereka untuk meluncurkan serangan yang terus-menerus ke dalam wilayah Israel, mengganggu kehidupan sehari-hari dan menguji batas-batas pertahanan Israel.

Dampak terhadap Kebijakan Keamanan Israel

Dari perspektif kebijakan keamanan, insiden ini memberikan tekanan bagi Israel untuk segera mengadaptasi strategi militernya. Serangan drone Hizbullah menunjukkan bahwa teknologi pertahanan udara Israel rapuh dalam menghadapi ancaman baru yang lebih kompleks. Menurut Institute for National Security Studies (2024), Israel harus mengembangkan sistem yang lebih adaptif dan meningkatkan kerja sama intelijen dengan sekutu-sekutu regionalnya agar dapat lebih efektif dalam menangkal serangan drone.

Kendati telah menghadapi serangkaian serangan, Hizbullah tetap mengerahkan puluhan ribu pejuang dengan kekuatan tempur yang mumpuni, mampu melancarkan serangan dalam jangka panjang—mengukuhkan ancaman ini sebagai sesuatu yang sangat serius. Di tengah tantangan ini, rezim Israel terbukti rapuh, bahkan lebih rapuh dari sarang laba-laba. [PP/MT]

Referensi:
1. Harel, A. (2024). Intelligence and Military Operations in the Current Middle East.
2. Marom, K. (2024). The Seriousness of Drone Threats to Israeli Leadership. Commentary on National Security.
3. Walla News. (2024). Challenges in Israeli Air Defense Systems.
4. Center for Strategic Studies. (2023). Hizbullah’s Military Capabilities and Strategies. Strategic Analysis Report.
5. Levitt, M. (2022). Hezbollah’s Military Power: A Threat on Israel’s Borders. Washington Institute for Near East Policy.
6. Katz, Y. (2023). The Weaponization of Hezbollah: The Evolution of Lebanon’s Armed Group. Center for Strategic Studies.
7. Bergman, R. (2021). Rise of the Resistance: Hezbollah’s Combat Capabilities in the 21st Century. New York Times.
8. Institute for National Security Studies. (2024). Adapting Israel’s Defense Strategy to New Threats. National Security Review.

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *