Loading

Ketik untuk mencari

Analisa

Nada Bicara Barat Soal Perang Ukraina Berubah, Pertanda Eropa Sadar Salah Langkah?

Nada Bicara Barat Soal Perang Ukraina Berubah, Pertanda Eropa Sadar Salah Langkah?

POROS PERLAWANAN – Presiden Brasil terdahulu, Luis Inacio Lula da Silva dalam wawancara dengan majalah Times mengatakan, ”Presiden Ukraina, Volodymir Zelensky bertindak seolah dia sedang memainkan drama di panggung teater. Padahal dia bertanggung jawab atas perang yang terjadi di negaranya.”

“Presiden AS, Joe Biden semestinya bisa mencegah perang ini, namun dia malah meniup ke dalam api perang. Sebaiknya AS dan Eropa mengumumkan bahwa Ukraina tidak akan menjadi anggota NATO, dan hasilnya krisis akan teratasi,” imbuh da Silva.

Dilansir al-Alam, para pengamat menilai, meski da Silva secara terang-terangan menyebut Zelensky dan Barat sebagai dalang krisis Ukraina, namun pernyataannya tidak seterbuka statemen mantan Menlu AS, Henry Kissinger dalam Forum Ekonomi Davos.

Kissinger berkata, Ukraina harus menyerahkan sebagian kawasannya kepada Rusia. Terkait berlarut-larutnya perang di Ukraina, Kissinger memperingatkan bahwa Kiev harus dipaksa untuk kembali ke meja perundingan. Sebab, posisi terbaik bagi Ukraina adalah sikap netral dan menjadi jembatan antara Rusia dan Eropa.

Menurut para pengamat, ucapan Kissinger dan da Silva terkait keharusan untuk menghentikan perang dan memulai perundingan Rusia-Ukraina bukanlah hal baru. Ini adalah hal yang sudah pernah dikemukakan analis kebijakan luar negeri, Daniel DePetris dalam artikelnya di majalah Newsweek.

Dalam tulisannya, DePetris menegaskan bahwa Jerman, Italia, dan Prancis bersama dengan AS, Inggris, Polandia, dan negara-negara Balkan sebelum ini menginginkan kekalahan strategis Rusia. Meski dalam kelanjutannya, Berlin, Roma, dan Paris merevisi sikap mereka terkait perang dan krisis Ukraina serta mendesak agar perang dihentikan.

Pertanyaan yang muncul adalah: kenapa nada bicara Barat terkait perang Ukraina akhirnya berubah? Apakah para pemimpin Barat telah menyadari kekeliruan mereka dalam mendorong Zelensky untuk memprovokasi Rusia dengan cara mengajukan permohonan menjadi anggota NATO; tindakan yang memicu perang Ukraina dan membuat warganya terlunta-lunta?

Jawabannya adalah tidak. Sebab, apa yang terjadi adalah perhitungan para petinggi Barat ternyata tidak tepat. Awalnya, mereka memprediksi bahwa pemberlakuan sanksi atas Rusia akan efektif. Namun, mereka melihat bahwa sanksi-sanksi ini tidak bisa menundukkan atau melemahkan Rusia. Bahkan sebaliknya, sanksi-sanksi itu menjadi bumerang bagi negara-negara Eropa; negara-negara yang berselisih pendapat soal efektivitas pemberlakuan sanksi.

Perselisihan ini membuat Zelensky mengkritik Uni Eropa dan menyebutnya ragu-ragu dalam mengembargo impor energi dari Rusia. Presiden Ukraina menuding Uni Eropa (secara tidak langsung) memberi sokongan dana senilai 1 miliar Euro tiap hari untuk operasi-operasi militer Rusia.

Faktor lain yang berperan dalam perubahan sikap Eropa adalah perkembangan dramatis di medan tempur. Mereka melihat bahwa perang di Ukraina berjalan untuk keuntungan Rusia, yaitu ketika para panglima Tentara Ukraina mengumumkan, pasukan mereka terpaksa mundur dari pos terakhir di Luhansk, agar tidak ditawan oleh Tentara Rusia yang merangsek cepat di timur Ukraina.

Ini adalah perkembangan terpenting sepanjang perang yang sudah berlangsung 3 bulan di Ukraina, sebab telah membuat Rusia kian dekat dengan target yang diumumkannya sebelum ini, yaitu menguasai sepenuhnya kawasan Donetsk dan Luhansk di timur Ukraina.

Para pakar meyakini, sangat jelas bahwa Barat, terutama AS dan Inggris, melakukan kesalahan tak termaafkan, yaitu mengabaikan kekhawatiran keamanan Rusia dan ancaman dari bergabungnya Ukraina ke NATO. Mereka juga melakukan kesalahan strategis lantaran meremehkan kekuatan militer-ekonomi Rusia.

Negara-negara Barat membayangkan Ukraina akan menjadi Afghanistan jilid 2 bagi Rusia. Bisa saja Eropa tidak terjebak kesalahan ini, andai mereka punya sikap yang independen dari AS, “negara adidaya” yang bunyi gemeretak tulang-tulang ringkihnya sudah mulai terdengar.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *