Loading

Ketik untuk mencari

Analisa

Nasib Tragis Imperialis Prancis: Usai Kehilangan Uranium di Niger, Kini Kehilangan Mangan di Gabon

Setelah Kehilangan Uranium di Niger, Kini Prancis Harus Kehilangan Bahan Mineral ‘Mangan’ di Gabon

POROS PERLAWANAN-Belum pulih dari syok akibat kudeta Niger yang mencegah Prancis dari sumber-sumber uranium, kini Paris kembali dikejutkan dengan kudeta serupa di Gabon, yang akan memaksanya kehilangan sumber-sumber bahan mineral logam mangan.

Dilansir al-Alam, mangan adalah salah satu logam strategis dalam industri baja, pembuatan baterai, dan selainnya. Sudah sejak lama Prancis menguasai sumber-sumber mangan di Gabon. Namun hanya beberapa jam setelah terjadinya kudeta di negara itu, perusahaan besar tambang Prancis, Aramit, mengumumkan bahwa pihaknya terpaksa membekukan seluruh aktivitasnya di Gabon.

Para pengamat perkembangan Benua Hitam, terutama di barat Afrika, meyakini bahwa saat ini di Afrika sebuah tekad tengah terbentuk; tekad yang menentang penjarahan terorganisasi sumber kekayaan alam Afrika oleh Prancis.

Tekad ini menjelma dalam sejumlah kudeta di barat Afrika yang memiliki satu tujuan seragam, yaitu menghentikan Prancis menjarah kekayaan negara-negara ini, juga memutus ketergantungan kepada kebijakan imperialis Prancis.

Menurut para pengamat, kendati kudeta ini menargetkan hegemoni Prancis atas Benua Afrika, namun di saat bersamaan juga ditujukan terhadap Pemerintahan-pemerintahan yang dipasang oleh Paris di sana, baik langsung atau tidak langsung. Pemerintahan-pemerintahan yang misi mereka adalah memenuhi kepentingan Paris, meski harus mengorbankan kepentingan rakyat negara-negara tersebut.

Setelah mendapatkan kemerdekaan lahiriah dari Paris, muncul beberapa Pemerintahan di Afrika. Namun sebenarnya, Prancis masih menjaga kekuasaannya di benua itu melalui anasir yang loyal kepada Paris.

Kendati sulit untuk memercayai pihak Militer guna menciptakan perubahan fundamental demi kepentingan bangsa Afrika, namun hegemoni Prancis dan Barat atas Pemerintahan-pemerintahan Afrika tidak menyisakan cara selain intervensi pihak Militer Afrika untuk mengakhiri kekuasaan orang-orang korup seperti Bazoum di Niger, Ali Bongo di Gabon, dan sebelum itu, para penguasa di Burkina Faso, Mali, dan negara-negara lainnya.

Jelas bahwa era hegemoni Prancis atas negara-negara Afrika sudah berakhir, sebab Tentara Prancis pindah ke Niger setelah diusir dari Mali dan sekarang sedang mencari negara lain untuk bermarkas. Jika tidak menemukan tempat baru, mereka terpaksa harus kembali ke Prancis.

Biasanya rakyat menentang kudeta-kudeta, namun apa yang kita saksikan di Niger dan Gabon adalah sebaliknya, sebab rakyat bergembira atas 2 kudeta ini lantaran kebencian mereka terhadap Prancis.

Saat ini rakyat Gabon bergembira atas berakhirnya kekuasaan Dinasti Bongo, yang memerintah negara itu selama 56 tahun dan sangat bergantung kepada Paris.

Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa Barat, alih-alih mengambil pelajaran dari kudeta-kudeta di Afrika untuk memperbaiki kebijakan antikemanusiaannya di Benua Hitam, malah masih melanjutkan perilaku lamanya, yang bisa dilihat di artikel Wall Street Journal usai terjadinya kudeta Niger.

Artikel ini menyatakan, kudeta Niger disebabkan oleh “ketidakpedulian AS dan Eropa terhadap pengembangan demokrasi di negara-negara ini serta memberikan ruang kosong kepada China dan Rusia untuk mendukung rezim-rezim tiran.”

Jelas bahwa demokrasi yang dimaksud Barat adalah demokrasi yang menjamin kepentingan negara-negara Barat meski merugikan kepentingan bangsa-bangsa dunia. Jika sebuah negara tidak mengikuti demokrasi semacam ini, ia akan dicap sebagai antidemokrasi dan penentang kemajuan, sehingga harus digulingkan.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *