Loading

Ketik untuk mencari

Eropa

Rusia: Pendekatan Kebijakan Luar Negeri Inggris Mengarah pada ‘Jalan Buntu’

POROS PERLAWANAN – Dilansir Press TV, Rusia memperingatkan Inggris bahwa pendekatan kebijakan luar negerinya akan mengarah ke jalan buntu, setelah Perdana Menteri Boris Johnson menyebut Presiden Rusia, Vladimir Putin telah “melewati garis merah menjadi barbarisme”, meningkatkan serangan propaganda yang dipimpin AS terhadap Moskow atas krisis Ukraina.

Jubir Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan pada Kamis, “Adapun Tuan Johnson, kami melihatnya sebagai peserta paling aktif dalam perlombaan untuk menjadi anti-Rusia. Ini akan menyebabkan kebuntuan kebijakan luar negeri.”

Johnson melontarkan serangannya kepada Putin pada Kamis ketika ia tiba di Brussel untuk KTT NATO, G7 dan Uni Eropa.

Pertemuan difokuskan pada operasi militer Moskow di Ukraina. Presiden AS, Joe Biden menghadiri ketiga pertemuan dan akan mengadakan konferensi pers sesudahnya.

Johnson mengatakan bahwa Rusia harus menjadi sasaran sanksi tambahan sebagai konsekuensi perang, mengklaim bahwa lebih banyak hukuman dapat membantu mengakhiri konflik dengan lebih cepat.

“Vladimir Putin telah melewati garis merah menuju barbarisme,” kata Johnson kepada wartawan, menurut Reuters.

Komentar Johnson muncul ketika London mengumumkan sanksi terhadap 65 kelompok dan individu lainnya, termasuk sebuah perusahaan militer swasta dan sebuah bank besar Rusia.

“Sangat penting kita bekerja sama untuk menyelesaikan hal ini. Semakin keras sanksi kami… semakin banyak yang bisa kami lakukan untuk membantu Ukraina… semakin cepat masalah ini bisa selesai,” kata Johnson.

Selain sanksi keuangan baru, Pemerintah Inggris juga telah mengumumkan rencana untuk mengirim 6.000 rudal lagi ke Ukraina.

Sementara itu, Jubir Johnson mengatakan pada Kamis bahwa Inggris sedang menilai permintaan Rusia untuk pembayaran gas dalam rubel, setelah Presiden Putin mengatakan bahwa dia akan menagih negara-negara “tidak bersahabat” dalam mata uang tersebut.

“Kami dengan hati-hati memantau implikasi dari permintaan Rusia,” kata Jubir itu.

Johnson menambahkan bahwa Presiden Biden benar dengan mengatakan bahwa Rusia bersalah melakukan kejahatan perang.

“Benar bahwa Rusia sekarang harus dipanggil ke Mahkamah Internasional dan benar bahwa Presiden Putin harus muncul di hadapan Pengadilan Kriminal Internasional. Tidak diragukan lagi bahwa apa yang mereka lakukan adalah kejahatan perang,” katanya.

Pekan lalu, Biden menyebut Putin sebagai “diktator pembunuh” dan “penjahat murni”, setelah menyebutnya “penjahat perang”.

Biden mengkritik Putin dan aksi militer Rusia di Ukraina, dengan mengatakan, “Poin umum saya adalah, Anda tahu, sekarang Anda mendapati Irlandia dan Inggris Raya… berdiri bersama melawan diktator pembunuh, preman murni yang mengobarkan perang tidak bermoral melawan rakyat Ukraina.”

Biden sebelumnya menyebut Putin sebagai “penjahat perang” atas operasi militer di Ukraina.

Rusia mengecam komentar Biden “tidak dapat diterima dan tidak dapat dimaafkan”.

“Kami percaya retorika seperti itu tidak dapat diterima dan tidak dapat dimaafkan dari pihak Kepala Negara yang bomnya telah menewaskan ratusan ribu orang di seluruh dunia,” kata Jubir Kremlin, Dmitry Peskov pada 16 Maret.

“Pernyataan seperti itu dari Presiden Amerika, tidak layak untuk seorang negarawan berpangkat tinggi, menempatkan hubungan Rusia-Amerika di ambang kehancuran,” kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan pada 21 Maret.

Tuduhan terhadap Putin datang dari Biden, Presiden dari negara yang telah menginvasi dan menduduki sekitar setengah lusin negara sejak 9/11.

Biden, dalam seluruh perjalanan karier politiknya, tidak pernah menentang eksploitasi militer AS atau mengutuk dampaknya yang menghancurkan di negara lain.

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *