Loading

Ketik untuk mencari

Opini

Seperti Apa ‘Irak Ideal’ di Mata Saudi?

Seperti Apa 'Irak Ideal' di Mata Saudi?

POROS PERLAWANAN – Dengan melihat posisi geografis, semestinya Irak dibandingkan negara-negara Arab lain bisa lebih dekat dengan UEA dan para syekh di kawasan Teluk Persia. Sayangnya, posisi geografis ini tidak pernah menguntungkan Pemerintah dan rakyat Irak.

Dilansir al-Alam, penyebab hal ini berasal dari kebijakan yang dijalankan Saudi atas provokasi AS dan Barat. Kebijakan ini juga memengaruhi semua negara Arab, terutama UEA, Bahrain, dan Qatar. “Irak Baik” di mata Saudi adalah “Irak yang memusuhi Iran,” sedangkan “Irak Buruk” adalah “Irak yang menjalin hubungan baik dengan Iran”.

Dalam pandangan Saudi, “Irak Baik” adalah “Irak ala Saddam” yang tak hanya memusuhi Iran, tapi juga memaksakan perang selama 8 tahun atas Republik Islam Iran. Motifnya adalah melindungi kerajaan-kerajaan minyak di Kawasan, seperti yang diakui sendiri oleh diktator Irak tersebut.

Irak seperti ini harus selalu berkonfrontasi dengan Iran. Dalam pandangan nasionalisme dan patriotisme radikal, juga pandangan Wahabi, para korban dari konfrontasi ini harus dibatasi pada orang-orang Syiah. Dengan demikian, negara-negara Arab yang dipimpin rezim-rezim kolot dan sektarian tidak perlu kehilangan apa pun.

Di lain sisi, “Irak Buruk” adalah Irak Pasca-2003 yang berusaha menjalin hubungan baik dengan semua negara, termasuk Iran, tanpa dikotori oleh motif SARA. “Irak Buruk” adalah Irak yang menggunakan semua fasilitas untuk melayani warga yang telah menderita akibat tekanan diktator yang telah menyeret mereka ke perang sia-sia, juga Irak yang memperlakukan warganya secara bermartabat dan jauh dari diskriminasi.

Berdasarkan bocoran media dan pengakuan sejumlah pejabat sejumlah negara, Saudi telah menggelontorkan puluhan milyar dolar dan ribuan prajurit bunuh diri, juga bersekongkol dengan AS, Israel, dan rezim kolot Arab lain, untuk mengembalikan “Irak Baik”.

Bisa dikatakan bahwa konspirasi inilah yang membuat Irak selama 17 tahun terakhir tidak merasakan keamanan dan stabilitas serta menghadapi krisis beruntun.

Dengan mencermati pandangan ala Saudi, AS, dan Zionis ini terhadap Irak, bisa dipahami kenapa media-media Aliansi Segitiga ini menyikapi lawatan Mustafa al-Kadhimi ke Iran secara negatif.

Para pejabat Iran dan Irak menekankan hubungan yang dibangun atas sikap saling menghormati dan tidak mengintervensi urusan pihak lain. Namun, media-media Saudi dan sekutunya tidak membahas lawatan PM Irak secara realistis. Bahkan, berita-berita yang semestinya diwartakan secara realistis, justru diselewengkan, seolah hanya ada “permusuhan dan perselisihan” di dalam hubungan Iran-Irak.

Orang-orang yang meliput lawatan al-Kadhimi semacam ini adalah mereka yang memiliki kebencian buta terhadap Irak dan Iran. Di sisi lain, rezim penjahat yang berada di balik kebencian ini, hanya menghendaki Irak yang didera perang dan kehancuran, agar Trump, para raja minyak, Wahabi, dan sekutu Zionis mereka bisa bersukacita.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *