Loading

Ketik untuk mencari

Palestina

[Video] Puncak Perlawanan Sinwar di Puing-puing Gaza: Sebatang Kayu Versus Drone Pencabut Nyawa

Puncak Perlawanan Sinwar di Puing-puing Gaza: Sebatang Kayu Versus Drone Pencabut Nyawa

POROS PERLAWANAN – Di tengah malam sunyi, deru mesin kecil terdengar di langit Gaza. Drone itu terbang rendah, mendekati puing-puing bangunan yang setengah roboh, seolah-olah sedang berburu. Di balik dinding yang nyaris hancur, Yahya Sinwar berdiri. Di raut wajahnya yang diselimuti keringat dan debu, bayangan kekalahan atau menyerah tidak pernah tampak. Di pergelangan tangan kanannya, luka yang dalam terbuka, tapi tangan kirinya tetap menggenggam sebatang kayu—senjata terakhir seorang pria yang tak pernah menyerah.

Suasana begitu sunyi. Angin malam menerpa reruntuhan, seakan seluruh alam menahan napas. Dan di hadapannya, drone pembunuh itu menatapnya kembali melalui lensa kameranya, mengintai setiap gerakannya.

Sinwar menatap lurus ke arah mata elektronik yang menggantung di udara itu. Dalam hitungan detik, dia tahu ini adalah akhirnya. Tidak ada helikopter penyelamat, tidak ada kekuatan asing yang akan datang menyelamatkannya. Namun, di wajahnya, bukan ketakutan yang terlihat, melainkan keberanian. Ada sesuatu yang lebih dalam di balik tatapan itu—pesan yang tidak bisa dihentikan oleh peluru atau bom.

Seandainya Sinwar menyingkap selendang yang menutupi wajahnya, mungkin operator drone itu akan mengenalinya, mungkin mereka akan menghentikan tembakan itu. Tapi tidak. Sinwar sudah membuat keputusan. Sebatang kayu yang dia pegang bukanlah sekadar kayu; itu adalah simbol dari perlawanan yang lebih besar dari dirinya. Sebatang kayu yang mewakili perjuangan melawan penindasan, melawan ketidakadilan.

Dengan satu gerakan lambat, Sinwar mengangkat kayu itu, lalu melemparkannya ke udara, seperti seorang prajurit yang memberikan tanda terakhir kepada dunia. Kayu itu terbang rendah, jatuh jauh sebelum mencapai drone. Namun gerakan itu sudah cukup. Itu adalah pesan terakhirnya, yang disampaikan kepada setiap anak Palestina yang menyaksikan. Pesan bahwa dalam perang yang tidak seimbang ini, bahkan sebatang kayu bisa menjadi senjata.

Di dalam ruang kendali, operator drone menonton semuanya melalui layar. Dia tidak tahu siapa pria itu. Baginya, ini hanya target. Dan seperti mesin yang dilatih tanpa rasa, dia menarik pelatuknya.

Tembakan itu tidak terdengar, tetapi dampaknya terasa. Peluru menghantam pelipis Sinwar. Tubuhnya terjatuh, perlahan, seperti adegan slow motion dalam film. Kayu yang dia lemparkan jatuh di tanah, tak jauh dari tempatnya berdiri.

Tapi di balik kematian fisiknya, Sinwar telah menang. Dalam satu gerakan terakhir itu, dia meninggalkan warisan yang akan hidup lebih lama dari dirinya sendiri. Kamera drone merekam semuanya—gerakan lambat itu, kayu yang jatuh, tubuh yang roboh. Dan video ini, yang awalnya dimaksudkan sebagai simbol kemenangan bagi musuh, berubah menjadi lambang perlawanan abadi.

Sinwar tidak pernah lari dari Gaza. Dari 7 Oktober 2023 hingga 17 Oktober 2024, dia tetap berdiri di sana. Di bawah tekanan bom, di tengah puing-puing dan reruntuhan, dia tidak pernah menyerah. Dia tidak memilih untuk melarikan diri, tetapi memilih untuk tetap memimpin, memilih untuk melawan hingga akhir.

Sejarah akan mengingat Yahya Sinwar bukan hanya sebagai seorang pemimpin militer, tetapi sebagai simbol keberanian yang tak tergoyahkan. Dia akan dikenang sebagai pria yang menghadapi kematiannya dengan kepala tegak, dengan sebatang kayu sebagai senjata terakhirnya, dan dengan hati yang tidak pernah gentar.

Ketika peluru itu menghantam pelipisnya, sejarah sudah terukir. Di tengah kegelapan malam Gaza, seorang pria memilih mati berdiri daripada hidup berlutut. Dan dari setiap detik rekaman itu, pesan Sinwar akan terus bergema, melampaui tembok-tembok penjara, melampaui perbatasan, melampaui drone yang melayang di atas kepala mereka.

“Kami tidak punya pilihan selain berjuang!” pekiknya. “Bahkan jika hanya dengan sebatang kayu..”

Anak-anak Palestina akan mengingat detik-detik itu. Mereka akan melihat video ini dan tahu bahwa perang ini lebih besar dari sekadar pertarungan hidup dan mati. Mereka akan mengingat bagaimana seorang pria berdiri di hadapan drone pembunuh dengan sebatang kayu di tangan, dan dalam satu gerakan sederhana, menolak untuk tunduk.

Ini adalah adegan yang akan hidup selamanya dalam memori rakyat Palestina, bahkan ketika tanah mereka dibebaskan suatu hari nanti. Adegan itu—seperti film epik yang tak terlupakan—akan menjadi dokumen sejarah. Saat Yerusalem dibebaskan, Dunia akan mengingat Yahya Sinwar, pria yang bertempur hingga detik terakhir, seorang pria yang memilih kematian dengan kehormatan, daripada hidup dalam penindasan.

Dan dengan itu, Yahya Sinwar telah menulis bab terakhirnya—bukan di atas kertas, tetapi di atas puing-puing, di atas tanah Gaza, di hadapan musuh dengan senjata jauh lebih digdaya. [PP/MT]

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *