Loading

Ketik untuk mencari

Yaman

Ansharullah: Koalisi Agresor Saudi Bertanggungjawab Penuh atas Kegagalan Gencatan Senjata

POROS PERLAWANAN – Dilansir Press TV, Gerakan Perlawanan Rakyat, Ansharullah Yaman mengatakan bahwa koalisi pimpinan Saudi, yang telah menyerang negara itu sejak 2015, sepenuhnya bertanggung jawab atas kegagalan gencatan senjata yang ditengahi PBB antara Sana’a dan para agresor.

Jubir Ansharullah, Mohammed Abdul-Salam membuat pernyataan tersebut dalam sebuah tweet pada Kamis, mengatakan bahwa gencatan senjata berakhir dan tidak diperpanjang “karena negara-negara agresor mengabaikan tuntutan kemanusiaan dan hak-hak alami rakyat Yaman”.

Kerajaan Saudi dan sekutunya, terutama Uni Emirat Arab, telah melancarkan perang melawan Yaman sejak Maret 2015, mencoba, dengan sia-sia, untuk mengembalikan kekuasaan di Yaman kepada mantan pejabat yang bersahabat dengan Riyadh. Aksi militer, yang mendapat dukungan senjata, logistik, dan politik yang tak henti-hentinya dari Amerika Serikat, telah menewaskan ratusan ribu orang, dan mengubah seluruh Yaman menjadi tempat krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Gencatan senjata sementara yang dimediasi PBB mulai berlaku antara pihak-pihak yang bertikai pada April dan telah diperbarui dua kali sejak itu. Gencatan senjata, bagaimanapun, berakhir pada 2 Oktober di tengah pelanggaran konstan Koalisi Agresor terhadap perjanjian dan penolakannya untuk benar-benar mencabut pengepungan yang telah diberlakukan terhadap Yaman bersamaan dengan perang.

Abdul-Salam juga menyebutkan beberapa hambatan yang dibuat Koalisi yang menghalangi perpanjangan gencatan senjata.

Koalisi, katanya, telah menolak untuk membuka kembali Bandara Internasional Sana’a dan pelabuhan al-Hudaydah Yaman, dan menolak akses Pemerintah Sana’a ke kekayaan minyak dan gasnya sehingga dapat membayar gaji rakyat Yaman.

“Perdamaian di Yaman tidak mungkin terjadi kecuali negara-negara penjajah meninggalkan mentalitas arogan mereka,” kata Jubir itu.

Dia, sementara itu, mengidentifikasi Amerika Serikat dan Inggris sebagai negara-negara yang “diuntungkan” dari pemaksaan perang dan pengepungan, mengatakan bahwa agar perdamaian terwujud, penjajah juga harus mulai “lebih memilih kepentingan nasional dan etnis mereka sendiri” daripada kepentingan dari Washington dan London.

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *