Loading

Ketik untuk mencari

Opini

AS Cemaskan Pembebasan Ma’rib yang Kian Dekat

AS Cemaskan Pembebasan Ma’rib yang Kian Dekat

POROS PERLAWANAN – Ketamakan AS untuk menguasai sumber-sumber minyak Yaman adalah sesuatu yang sudah jamak diketahui.

Pada tahun 2018, tersiar kabar soal kesepakatan UEA dan AS untuk mendirikan pangkalan AS di selatan Yaman, terutama Provinsi Hadhramaut, untuk menggantikan pangkalan-pangkalan UEA.

Dilansir al-Alam, beberapa hari sebelum itu, Gubernur Hadhramaut mengumumkan bahwa ekspor minyak dari provinsi ini telah dihentikan. Dia mengajukan 3 syarat untuk memulai kembali ekspor minyak dari Hadhramaut.

Termasuk dalam 3 syarat itu adalah pembayaran gaji Angkatan Bersenjata di Hadhramaut, pembayaran biaya bahan bakar untuk pembangkit listrik, dan penentuan jatah 20 persen dari pemasukan ekspor minyak Hadhramaut untuk provinsi ini.

Keputusan ini memicu kekhawatiran atas dampak negatifnya terhadap anggaran Pemerintahan Mansour Hadi, yang mengandalkan sebagian besar devisanya dari minyak Hadhramaut. Alasannya, 80 persen dari minyak Yaman, yang tiap harinya mencapai 40 ribu barel, diekspor oleh Hadhramaut.

Oleh sebab itu, demi menguasai minyak Hadhramaut, AS menebar ketakutan di tengah penduduk dengan menggunakan isu terorisme kelompok bersenjata, hingga ia bisa mempertahankan eksistensinya di kawasan tersebut.

Beberapa waktu setelahnya, pasukan marinir AS pun ditempatkan di Hadhramaut dan mulai memeriksa kendaraan-kendaraan warga.

Sebelum itu, dengan dalih mengejar kelompok-kelompok teroris, AS juga mengirim pasukan ke Hadhramaut dan juga memperkuat kehadirannya di Provinsi al-Mahrah.

Keberadaan AS ini jelas terlihat, terutama di kota Ghayl Ba Wazir dan bandara al-Rayyan, dengan tibanya puluhan serdadu, kendaraan lapis baja, perangkat perang, dan senjata-senjata modern.

Pada tanggal 12 Oktober 2021 lalu, Kedubes AS mengumumkan, siapa pun yang bisa memberikan informasi terkait pelaku serangan al-Qaeda ke kapal USS Cole akan mendapat hadiah. Serangan di tahun 2000 itu menewaskan 17 serdadu AS.

Namun semua tahu bahwa ini hanya muslihat untuk menjustifikasi keberadaan pasukan AS di Yaman, terutama Hadhramaut. Sebab AS sudah sejak lama mengidentifikasi 9 pelaku serangan itu dan membunuh mereka. Yang terakhir adalah Jamal al-Badawi, yang dinyatakan Donald Trump tewas di tahun 2019 lalu dalam sebuah serangan udara AS ke Yaman.

Pergerakan Ansharullah di Ma’rib membuat AS cemas akan kehilangan sumber-sumber minyak dan gas di Yaman. Sebab itu, Washington mendesak agar pertempuran di Ma’rib dihentikan. Tujuannya adalah agar AS bisa menjalankan proyek Timteng Baru, selain membuat rakyat Yaman tetap hidup dalam kemiskinan.

Namun demikian, mereka harus tahu bahwa proyek ini akan digilas oleh Poros Perlawanan.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *