Loading

Ketik untuk mencari

Analisa

Dilema Israel Sikapi Krisis Ukraina, Ibarat Jaga Keseimbangan di Atas Tali di Tengah Badai

Dilema Israel Sikapi Krisis Ukraina, Ibarat Jaga Keseimbangan di Atas Tali di Tengah Badai

POROS PERLAWANAN – Dilansir al-Alam, para petinggi Israel kebingungan sejak dimulainya krisis Ukraina. Mereka berusaha menjaga keseimbangan yang nyaris mustahil di tengah badai krisis yang memaksa negara-negara dunia mendukung salah satu pihak.

Hingga saat ini, mempertahankan aliansi dengan AS, berdamai dengan Rusia, dan bersimpati untuk Ukraina demi kepentingan ekonomi, sosial, dan politik telah menempatkan Israel dalam suatu kondisi, yang di situ ia berusaha mengesankan diri sebagai penengah dan tidak mengungkap sikap pastinya dalam krisis ini.

Sampai sekarang, sikap Tel Aviv tidak lebih dari menyerukan penghentian perang dan menyatakan kesiapan untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Ini menunjukkan bahwa Israel berupaya memainkan peran Palang Merah, tidak lebih dari itu.

Meski begitu, Tel Aviv tidak bisa memainkan peran semacam ini dalam waktu lama. Upaya untuk mengecam operasi militer Rusia dan menjalin kontak dengan Otoritas Moskow adalah usaha-usaha gagal, ibarat berjalan di atas tali dan menjaga keseimbangan agar tidak jatuh.

Namun, angin kencang yang melanda dunia akibat perang ini tidak akan membiarkan siapa pun berjalan di atas tali, bahkan akan memaksanya untuk memilih barisan.

Pertimbangan-pertimbangan Israel dalam krisis ini sangat banyak dan berbahaya. Sebab dari satu sisi, Rusia menjalin aliansi dengan musuh-musuh berat Israel, yang berada di perbatasan utara Tanah Pendudukan.

AS dan Barat jelas tidak bisa memengaruhi musuh-musuh Israel ini dan hanya Rusia yang bisa melakukannya. Oleh karena itu, melawan Rusia berarti akan membahayakan keamanan strategis Israel dan berakhirnya keunggulan strategisnya. Sebab dalam situasi ini, jika tidak dikatakan bahwa Rusia akan menjamin keunggulan ofensif, setidaknya akan memberikan keunggulan defensif kepada musuh-musuh Tel Aviv. Ini sesuatu yang sangat mungkin terjadi.

Sampai kini, statemen Otoritas Israel, baik yang disampaikan di Tel Aviv atau organisasi-organisasi internasional, semuanya mentah dan tidak transparan, kecuali statemen tentang penentangan terhadap operasi militer Rusia di Ukraina dan, seperti yang disebutkan di atas, kesiapan untuk memberikan bantuan kemanusiaan, tanpa sedikit pun menyinggung bantuan militer seperti yang sekarang diberikan AS dan Uni Eropa kepada Kiev.

Namun apakah sikap netral ini akan berlanjut? Sebab jelas bahwa AS tidak akan menerima netralitas, karena Washington menghendaki sikap jelas dalam krisis ini.

Tentu kita memahami bahwa Tel Aviv tidak akan menyingkirkan persekutuannya dengan Washington, karena ini masih memberinya keuntungan dari sisi teknologi dan kemajuan militer di Timteng. Inilah yang mendorong Tel Aviv membarengi Washington dan mengecam serangan ke Ukraina. Di saat bersamaan, Israel masih menekankan kedalaman hubungan dengan Rusia.

Terkait kekhawatiran Israel soal Rusia, kekhawatiran ini tidak terbatas dalam peran Rusia di front utara saja, namun juga berkaitan dengan krisis sosial di dalam Tanah Pendudukan.

Tanda-tanda ledakannya sudah mendekat, sebab lebih dari satu juta etnis Rusia hidup sebagai warga Israel di Tanah Pendudukan. Meski berkewarganegaraan Israel, mereka masih mempertahankan bahasa dan hubungan dengan Rusia. Mereka saat ini menguasai berbagai kawasan dan media-media di dalam Tanah Pendudukan. Kadang kala hubungan sosial dan ekonomi mereka juga tertutup dari lingkungan sekitar.

Komunitas inilah yang diandalkan Pemerintahan Naftali Bennett lantaran memiliki 5 kursi di Parlemen. Atas dasar ini, memberi dukungan hanya kepada satu pihak akan merugikan Rezim Israel; rezim yang melihat dirinya berada di antara dua mata kapak dan berusaha bebas dengan cedera seminimal mungkin.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *