Loading

Ketik untuk mencari

Iran

Iran Kecam ‘Permainan Saling Menyalahkan’ Inggris Soal Rekonsiliasi Kesepakatan Nuklir

POROS PERLAWANAN – Dilansir Press TV, negosiator top Iran mengecam ancaman baru yang dilontarkan oleh negara-negara Barat terhadap Teheran sebagai “permainan saling menyalahkan”, mengatakan bahwa retorika semacam itu bertujuan untuk mengalihkan opini publik dari kegagalan penanda tangan Eropa pada kesepakatan nuklir 2015 untuk menghormati komitmen mereka.

Wakil Menteri Luar Negeri Iran untuk Urusan Politik, Ali Baqeri-Kani membuat pernyataan itu dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Rusia Sputnik pada Jumat, beberapa hari setelah Menteri Luar Negeri Inggris, Liz Truss memperingatkan bahwa “semua opsi ada di atas meja” jika Iran gagal “secara berarti” terlibat dalam pembicaraan mengenai program nuklirnya.

“Menurut pendapat saya, posisi seperti itu adalah permainan menyalahkan untuk mengalihkan opini publik dari tanggung jawab pihak Eropa dalam kerangka kesepakatan antara Iran dan P5+1, dan untuk menunjukkan sinyal palsu kepada mereka,” katanya.

“Sekarang, masalah utama adalah bahwa pihak Eropa telah menunjukkan ketidakpatuhannya terhadap perjanjian dalam beberapa tahun terakhir, dan terutama setelah penarikan Amerika Serikat dari JCPOA,” tambahnya.

Baqeri-Kani juga mengeluh bahwa pihak-pihak Eropa telah memberikan sanksi terhadap barang-barang kemanusiaan seperti makanan, obat-obatan dan peralatan medis.

“Oleh karena itu, menurut saya, posisi seperti itu menunjukkan bahwa mereka (negara-negara Barat) memiliki kemauan politik untuk mengalihkan perhatian publik dari tanggung jawab mereka dan memberikan alamat yang salah untuk opini publik,” pungkasnya.

Pernyataan itu muncul di tengah jeda dalam pembicaraan Wina mengenai penghapusan sanksi antara utusan dari Iran dan kelompok negara P4+1 -Inggris, Prancis, Rusia, dan China plus Jerman.

Negosiasi terhenti pada Juni, ketika Iran mengadakan pemilihan presiden. Sejak itu, Teheran telah meninjau rincian enam putaran diskusi yang diadakan di bawah Pemerintahan sebelumnya.

Mantan Presiden AS, Donald Trump meninggalkan JCPOA pada Mei 2018 dan memberlakukan kembali sanksi anti-Iran yang telah dicabut berdasarkan kesepakatan itu. Dia juga menempatkan sanksi tambahan terhadap Iran dengan dalih lain yang tidak terkait dengan kasus nuklir sebagai bagian dari kampanye “Tekanan Maksimum”.

Setelah satu tahun bersabar, Iran menggunakan hak hukumnya di bawah JCPOA, yang memberikan hak kepada salah satu pihak untuk menangguhkan komitmen kontraktualnya jika tidak dipatuhi oleh penanda tangan lain, dan melepaskan beberapa pembatasan yang dikenakan pada program energi nuklirnya.

Di tempat lain dalam wawancaranya, Wamenlu Iran menekankan bahwa Republik Islam adalah satu-satunya negara yang sepenuhnya menghormati kewajibannya di bawah JCPOA.

Kesepakatan nuklir, katanya, telah menjadi produk dari negosiasi yang berkelanjutan dan panjang dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Iran.

“Pihak Amerika melanggar perjanjian dan Resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB dengan menarik diri dari JCPOA. Meskipun pihak Eropa tidak menarik diri dari JCPOA, (tetapi) secara praktis menunjukkan ketidakpatuhannya terhadap ketentuan dan implementasi kesepakatan. Dengan demikian, Republik Islam saat ini adalah satu-satunya pihak yang stabil dalam kesepakatan antara Iran dan P5+1,” katanya.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *