Loading

Ketik untuk mencari

Iran

Iran: Sanksi Sepihak adalah Kejahatan Kemanusiaan, Pelakunya Wajib Dimintai Pertanggungjawaban

POROS PERLAWANAN – Dilansir Press TV, Duta Besar Iran untuk PBB, Majid Takht-Ravanchi mengatakan bahwa sanksi yang dijatuhkan kepada rekan senegaranya, terutama yang menghambat akses mereka ke barang-barang medis dan kemanusiaan, sama saja dengan “kejahatan terhadap kemanusiaan” yang pelakunya harus dimintai pertanggungjawaban.

Takht-Ravanchi mengatakan bahwa tidak ada ketentuan Piagam PBB yang dapat ditafsirkan sebagai izin untuk sanksi sepihak karena tindakan pemaksaan tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip umum hukum internasional dan melanggar larangan campur tangan dalam urusan internal negara lain.

Dia juga mengeluh bahwa beberapa negara anggota PBB –yang melanggar kewajiban internasional mereka– adalah yang terdepan dalam penggunaan tindakan pembatasan ilegal terhadap negara lain.

“Selama beberapa dekade, Iran telah berada di bawah sanksi ekonomi dan keuangan paling parah yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat. Ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah. Tindakan ilegal secara langsung memengaruhi kehidupan warga Iran yang paling rentan, termasuk anak-anak, orang tua, dan pasien,” tambah utusan itu.

“Fakta yang menyedihkan bahwa beberapa pasien, termasuk anak-anak dengan penyakit langka, telah kehilangan nyawa akibat sanksi impor obat-obatan dan suplai kesehatan.”

Takht-Ravanchi lebih lanjut mencatat bahwa tindakan pemaksaan sepihak menargetkan penduduk sipil sebagai bagian dari kebijakan sistematis yang menimbulkan penderitaan pada banyak orang.

Semua sanksi, sepihak atau multilateral, memiliki konsekuensi buruk bagi warga sipil dan secara tidak proporsional memengaruhi anak-anak, wanita, pasien, orang tua, dan orang miskin, katanya, menambahkan bahwa larangan itu juga membahayakan nyawa orang selama pandemi COVID-19 dan mencegah pengiriman bantuan kemanusiaan di tempat yang paling membutuhkan.

Selain itu, Duta Besar menyatakan penyesalannya bahwa beberapa negara, yang mengejar kepentingan politik mereka sendiri yang tidak sah, menganggap sanksi sebagai cara yang mereka sukai untuk memberikan tekanan maksimum terhadap negara-negara berkembang.

“Seperti yang dikatakan presiden negara kita dalam pidatonya di sesi ke-76 Majelis Umum PBB, sanksi sepihak terhadap rakyat Iran, terutama terhadap obat-obatan dan barang-barang kebutuhan pokok, sama dengan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Negara-negara yang menjatuhkan sanksi kepada orang lain tidak boleh dibiarkan begitu saja atas kejahatan keji mereka,” tegasnya.

Pada 2015, Iran dan enam negara dunia —yaitu AS, Jerman, Prancis, Inggris, Rusia, dan China— menandatangani Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) yang diratifikasi dalam bentuk Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231.

Namun, AS di bawah mantan Presiden Donald Trump secara sepihak menarik diri dari JCPOA pada Mei 2018 dan memberlakukan kembali sanksi anti-Iran yang telah dicabut oleh perjanjian tersebut.

Pemerintahan Trump juga meluncurkan apa yang disebutnya kampanye “Tekanan Maksimum” terhadap Iran, menargetkan negara Iran dengan sanksi “terberat yang pernah ada”.

Meskipun Trump gagal mencapai tujuan yang diklaimnya dengan kampanye Tekanan Maksimumnya, sanksi tersebut telah sangat merugikan penduduk Iran.

Sanksi, yang dipertahankan di bawah Pemerintahan Joe Biden, telah membatasi saluran keuangan yang diperlukan untuk membeli kebutuhan pokok dan obat-obatan, merusak rantai pasokan dengan membatasi jumlah pemasok yang bersedia memfasilitasi penjualan barang-barang kemanusiaan ke iran.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *