Loading

Ketik untuk mencari

Palestina

Kunjungan Blinken ke Asia Barat: Aksi Hipokrit AS di Tengah Krisis Kemanusiaan

Kunjungan Blinken ke Asia Barat: Aksi Hipokrit AS di Tengah Krisis Kemanusiaan

POROS PERLAWANAN – Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken melakukan kunjungan ke Asia Barat untuk yang kesebelas kalinya sejak dimulainya konflik di Gaza lebih dari setahun lalu. Kunjungan ini berlangsung di tengah aksi militer Israel yang mengakibatkan pembersihan etnis di Gaza utara.

Sejak hampir 20 hari lalu, Israel melancarkan serangan besar-besaran di wilayah Gaza utara, menewaskan lebih dari 600 orang di daerah-daerah seperti Beit Lahiya dan Jabalia. Serangan tersebut telah menghancurkan sebagian besar bangunan perumahan dan infrastruktur sipil, meninggalkan reruntuhan di sekitarnya.

Dalam kunjungannya, Blinken bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu di Yerusalem pada Selasa 22 Oktober. Pertemuan ini berlangsung di tengah situasi yang semakin memprihatinkan bagi warga sipil Palestina.

Israel juga telah memberikan instruksi kepada penduduk di Beit Lahiya dan Jabalia untuk mengungsi, dengan rute tertentu menuju pos pemeriksaan yang didirikan oleh pasukan militer.

Sejak dimulainya Operasi Badai Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, lebih dari 42.700 warga Palestina dilaporkan tewas akibat serangan Israel. Selain itu, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa jumlah warga Palestina yang terluka telah melampaui 100.000, menambah derita di tengah krisis kemanusiaan yang semakin parah.

Kunjungan Blinken menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen AS terhadap perlindungan hak asasi manusia di wilayah tersebut, di tengah laporan yang menunjukkan dampak menghancurkan dari tindakan Militer Israel terhadap penduduk sipil.

Situasi Kemanusiaan di Gaza: Seruan Gencatan Senjata dan Usulan Pemindahan Warga Palestina

Kepala Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini menggambarkan situasi di Gaza utara sebagai sangat kritis. Dalam pernyataannya di platform X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, ia menegaskan bahwa “bau kematian tercium di mana-mana, dengan mayat-mayat tergeletak di jalan atau terjebak di bawah reruntuhan”.

Lazzarini menekankan bahwa upaya untuk membersihkan mayat dan memberikan bantuan kemanusiaan sering kali ditolak.

Lazzarini juga mendesak agar segera diadakan gencatan senjata, meskipun hanya untuk beberapa jam, agar keluarga yang mencari perlindungan dapat melakukan perjalanan dengan aman.

Sejak awal serangan ke Gaza, Israel diketahui telah melobi Mesir dan Uni Eropa untuk merancang rencana pengusiran warga Palestina “keluar dari Gaza”. Kementerian Intelijen Israel bahkan mengakui telah menyiapkan “proposal masa perang” untuk memindahkan 2,3 juta penduduk Jalur Gaza ke Semenanjung Sinai, Mesir.

Sejak Oktober tahun lalu, Israel dilaporkan telah menewaskan lebih dari 42.700 warga Palestina dan melukai lebih dari 100.000 lainnya. Namun, rencana pemindahan tersebut dengan tegas ditolak oleh Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi, yang menyatakan bahwa jutaan warga Mesir akan menolak pemindahan paksa warga Palestina ke Sinai.

Pernyataan terbaru dari menteri sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir, mengingatkan pada usulan yang bernuansa apartheid. Ben-Gvir menyerukan agar warga Palestina “secara sukarela” meninggalkan Jalur Gaza, dengan klaim, “Kami akan mendorong pemindahan sukarela semua warga Gaza. Kami akan menawarkan mereka kesempatan untuk pindah ke negara lain karena tanah itu milik kami.”

Meskipun Israel menarik militer dan pemukimnya dari Gaza pada 2005 setelah hampir 40 tahun pendudukan, kini rezim penjajah tersebut bersiap untuk membangun kembali permukiman di Gaza utara, setelah mengusir warga Palestina dari kawasan tersebut. Dalam konteks konflik yang lebih luas, Israel juga terlibat dalam serangan terhadap warga Lebanon, yang menambah kompleksitas situasi kemanusiaan di Kawasan ini.

Krisis Kemanusiaan: Pembantaian di Lebanon dan Gaza Memicu Kemarahan Global

Sejak Oktober tahun lalu, Israel dilaporkan telah menewaskan lebih dari 2.400 orang di Lebanon, dengan 1.800 di antaranya tewas dalam beberapa minggu terakhir akibat aksi pengeboman besar-besaran dan tindakan sabotase. Di Gaza, Israel secara paksa mengusir ratusan ribu warga Palestina dari wilayah utara, memperburuk krisis kemanusiaan yang telah lama berlangsung.

Pembantaian di kedua wilayah ini telah memicu kemarahan global, meningkatkan tekanan pada Amerika Serikat, yang dikenal sebagai pemasok senjata utama dan sekutu setia Israel. Dalam upaya untuk meredakan ketegangan tersebut, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken dikirim ke kawasan itu tepat dua minggu sebelum pemilihan umum di AS.

Selama kunjungannya, Blinken berusaha mengalihkan perhatian dunia dari rencana pembersihan etnis Israel di Gaza utara dan serangan brutal terhadap Lebanon. Gedung Putih mengeklaim bahwa diplomat senior ini berupaya mencegah terjadinya perang skala penuh dengan mencari solusi diplomatik untuk konflik yang sedang berlangsung.

Namun, banyak yang skeptis terhadap niat sebenarnya dari kunjungan ini, yang dinilai sebagai kedok bagi Israel untuk melanjutkan pembersihan etnis di Gaza dan memperkuat operasi militernya di Lebanon dan sekitarnya. Ketidakpastian ini menciptakan kekhawatiran akan dampak jangka panjang terhadap stabilitas wilayah, serta implikasi buruk terhadap hubungan internasional dan hak asasi manusia.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *