Loading

Ketik untuk mencari

Palestina

‘Menjual Aset’, Satu-satunya Cara Warga Gaza untuk Bertahan Hidup

‘Menjual Aset’, Satu-satunya Cara Warga Gaza untuk Bertahan Hidup

POROS PERLAWANAN– Dikutip ISNA dari al-Arabi al-Jadid, agresi dan blokade yang diberlakukan Israel membuat sejumlah keluarga di Gaza tidak mampu menanggung biaya hidup yang tinggi. Sebab itu, mereka terpaksa menjual aset-aset berharga untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Amani Isa (42 tahun) mengatakan, ia tidak menyangka harus menjual perhiasannya untuk membeli makanan, padahal ia sudah bekerja keras selama bertahun-tahun untuk mengumpulkannya. Isa telah meninggalkan rumahnya di kamp pengungsi al-Buraij menuju Deir al-Balah setelah dihancurkan jet-jet Israel.

Menurutnya, ia rela menjual emasnya demi memberi makan anak-anaknya. Uang hasil penjualan digunakannya untuk membeli makanan dan tempat bernaung bagi keluarganya.

“Ketika berada di Deir al-Balah dan habisnya uang kami setelah kurang dari 2 bulan berlangsungnya agresi, saya memutuskan untuk menjual emas. Sebab kami harus melanjutkan hidup dan menghadapi mimpi buruk perang. Saya menabung sebagian dari gaji bulanan. Saya pun menjual perhiasan untuk membeli makanan,” tutur Isa.

“Saya mengumpulkan perhiasan ini untuk masa depan dan harapan anak-anak saya, yang sudah pupus di Gaza. Saat ini, kami menjual apa pun yang kami miliki untuk makanan dan minuman. Bukan saya saja yang terpaksa menjual perhiasan. Di sini ada banyak wanita yang menjual seluruh milik mereka.”

Abdullah Homs (47 tahun) dari kamp pengungsi al-Nusairat menjual mobilnya, yang merupakan sumber tunggal penghasilan untuk keluarganya. Sebelum ini dia bekerja sebagai sopir di sebuah kantor taksi. Namun lantaran ditutupnya perlintasan dan tiadanya pasokan BBM ke Gaza, aktivitasnya pun berhenti. Para kolega Homs juga bernasib serupa.

“Setelah uang saya habis, saya berpikir serius untuk menjual mobil saya. Saya tidak akan menanti anak-anak saya mati karena kelaparan dan kezaliman. Lantaran butuh uang akibat perang, saya terpaksa menjual mobil dengan harga di bawah harga aslinya,” kata Homs.

Alaa Mahmoud (38 tahun) terpaksa menjual laptopnya demi memberi makan anak-anaknya. Sebelum perang, ia bekerja di bidang marketing di media-media sosial.

“Laptop ini adalah satu-satunya sumber penghasilan saya di tengah kondisi ekonomi sulit di Gaza akibat blokade dan tingginya angka pengangguran. Awalnya saya ragu menjualnya, apalagi para pedagang membelinya dengan harga murah. Namun kami benar-benar terdesak. Uang yang saya dapatkan habis setelah hanya beberapa hari lantaran mahalnya barang-barang. Padahal perang masih berlanjut,” kata Mahmoud.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *