Loading

Ketik untuk mencari

Palestina

Militer Butuh Serdadu Baru, Wacana Perekrutan Yahudi Ortodoks Kembali Digulirkan

Militer Butuh Serdadu Baru, Wacana Perekrutan Yahudi Ortodoks Kembali Digulirkan

POROS PERLAWANAN– Dikutip Mehr dari al-Jazeera, kelompok Yahudi Ortodoks dibebaskan dari wajib militer lantaran kepercayaan radikal mereka, juga pengaruh budaya mereka terhadap masyarakat Zionis di Tanah Pendudukan. Meski demikian, seiring berlarut-larutnya perang di Gaza dan kebutuhan mendesak kepada serdadu baru, pertikaian pandangan soal ini kembali muncul di tengah para petinggi Tel Aviv.

Kepala Staf Umum Militer Israel Herzi Halevi kembali bersuara soal pentingnya merekrut orang-orang Yahudi Ortodoks untuk ditugaskan di medan perang.

“Pemanggilan kelompok Ortodoks untuk wajib militer kini menjadi sebuah kebutuhan krusial. Kita membutuhkannya demi memperkuat Militer,” cuit Halevi di laman pribadi X-nya.

“Saya bisa memahami sepenuhnya bahwa orang-orang yang telah bertugas selama 8 bulan dan jauh dari keluarga, menghendaki kesetaraan dalam wajib militer. Kami akan mengerahkan usaha keras dalam hal ini.”

Para Yahudi Ortodoks tidak diwajibkan untuk mengikuti wajib militer. Para anggota radikal Kabinet Netanyahu, termasuk Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, adalah para penentang keras perekrutan kelompok Yahudi Ortodoks.

Pro dan kontra ini memicu pertikaian di Tanah Pendudukan. Banyak orang Israel yang menilai tindakan ini sebagai diskriminasi nyata di tengah masyarakat Zionis.

Beberapa waktu lalu, media-media Zionis memberitakan munculnya pertikaian di tengah para pemukim Zionis, menyusul disahkannya UU kontroversial di Knesset yang membebaskan kelompok Yahudi Haredi dari wajib militer.

Harian Haaretz menyatakan bahwa keluarga para serdadu Israel yang tengah bertempur di Gaza merespons keras pengesahan UU tersebut.

Menurut pemberitaan Haaretz, keluarga ratusan serdadu Israel mengirim pesan kepada Menteri Perang, Yoav Gallant dan Kepala Staf Umum Militer, Herzi Halevi. Dalam pesan tersebut, mereka menyatakan akan meminta anak-anak mereka berhenti bertempur, setelah disahkannya UU yang membebaskan Haredi dari pengabdian kemiliteran pada Selasa 11 Juni silam.

Berdasarkan UU Rezim Zionis, pria dan wanita berusia 18 tahun wajib mengabdi di Militer. Namun kelompok Zionis radikal ortodoks (Haredi) menyatakan bahwa mereka tidak tercakup dalam aturan tersebut. Haredi berdalih bahwa mereka menyumbangkan hidup untuk mengkaji Taurat.

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *