Loading

Ketik untuk mencari

Analisa

Pukulan Netanyahu kepada Israel Lebih Telak daripada Pukulan Hamas pada 7 Oktober

Pukulan Netanyahu kepada Israel Lebih Telak dari Pukulan Hamas pada 7 Oktober

POROS PERLAWANAN– Di awal-awal agresi Israel ke Gaza, telah disebutkan bahwa Tel Aviv bertempur di 2 medan. Pertama adalah medan perang di Gaza melawan Hamas, dan kedua adalah medan perang politik terkait kekuasaan dan saling menyalahkan. Perang pertama tidak bisa mewujudkan tujuan Israel, sementara perang kedua kian memanas dari hari ke hari.

Perang sudah berjalan selama 72 hari. Tiada hari tanpa ada debat di media-media Israel soal siapa yang bersalah atas kekalahan pada 7 Oktober. Tentu kebanyakan politisi akan mengarahkan tudingan kepada Benyamin Netanyahu. Menurut orang-orang AS, Bibi (julukan Netanyahu) adalah PM Israel paling radikal sejak didirikan. Dia juga bisa disebut sebagai “PM Israel yang paling sukses memecah belah Israel.”

Perpecahan dan perseteruan domestik yang ditimbulkan Netanyahu dan Kabinet sayap kanannya melalui proyek reformasi yudisial sudah dimulai jauh sebelum Operasi 7 Oktober. Para analis berpendapat, perselisihan ini membuat Militer Israel sangat rentan di level nasional dan internasional. Saat ini, Netanyahu dengan sikapnya yang membuat perang berlarut-larut, dan nota bene bertentangan dengan doktrin militer Israel, telah mendaratkan pukulan yang lebih destruktif kepada Rezim Zionis secara umum, dan kepada Militer secara khusus.

Netanyahu dituding mendahulukan kepentingan pribadinya di atas kepentingan Israel. Sebab jika perang berhenti sekarang juga, semua kesalahan akan ditimpakan kepada Netanyahu. Bukan hanya karir politiknya akan jatuh, tapi dia juga akan diadili dan diseret ke penjara lantaran kasus-kasus korupsinya.

Sebab itu, sejumlah analis meyakini bahwa kendati tujuan Israel tidak terwujud dan kerugian jiwa serta materi semakin bertambah, perang di Gaza masih berlanjut sebab Netanyahu tidak ingin perang ini selesai untuk disusul perang domestik terhadap dirinya.

Tiap hari selalu ada beberapa serdadu Israel tewas di Gaza, Harian Maariv menulis,”Perang terus berlangsung dan negara mulai melemah. Setiap hari, beberapa putra terbaik Israel dimakamkan. Namun PM Benyamin Netanyahu terus disibukkan dengan topik karir politiknya. Sebab itu, ia tidak melewatkan kesempatan mana pun untuk tampil di depan kamera dan mengulang-ulang slogan yang diserukannya sejak 8 Oktober. Ia berkata,’Kita bersama-sama akan menang.’”

“Namun hal yang tidak dipahami Netanyahu adalah frasa ‘bersama-sama’ yang diucapkannya. Frasa ini tidak mencakup sebagian besar penduduk Israel; orang-orang yang pandangan mereka berbeda jauh dengan pandangan Netanyahu. Hal ini dibuktikan oleh berbagai jajak pendapat. Dalilnya adalah Netanyahu sendiri tidak memiliki rasa tanggung jawab sekecil pun. Dia sendiri yang pernah meminta agar Ehud Olmert (PM Israel saat kalah dari Hizbullah tahun 2006) untuk bertanggung jawab. Saat itu, ia berkata kepada Olmert,’Kau seharusnya mempersiapkan Militer dan perlindungan untuk front domestik. Saya tidak pernah melihat level rasa tanggung serendah ini, sebab kekalahan terlihat di seluruh level. Sebab itu, langkah berikutnya yang harus diambil adalah mengganti Perdana Menteri.’”

Namun di hari-hari ini, Netanyahu sama sekali tidak sudi mendengarkan siapa pun, termasuk Presiden AS Joe Biden, yang di ambang Pilpres mencemaskan citra dan posisinya di Partai Demokrat. Biden meminta Netanyahu untuk bertindak sedemikian rupa di perang Gaza agar Pemerintahan Demokrat di AS masih bisa mendukung Tel Aviv di tengah penentangan global terhadap Israel. AS berkali-kali meminta batas waktu untuk perang Gaza, namun karena Militer Israel tidak memperoleh capaian apa pun selama 2 bulan perang, dan ini hal memalukan bagi Militer, Tel Aviv, dan Netanyahu sendiri, maka dia pun terus bicara soal kelanjutan perang hingga beberapa pekan, bahkan bulan.

Apa yang dilakukan Netanyahu kepada Israel saat ini lebih buruk dan lebih telak daripada pukulan yang dihantamkan Hamas kepada harga diri Rezim Zionis pada 7 Oktober silam. Netanyahu bersama Kabinet radikalnya semakin meruncingkan perselisihan domestik, meningkatkan perseteruan dengan AS. Dengan terus membuat perang ini berlarut-larut, Netanyahu bukan hanya melanggar doktrin militer Israel saja, tapi juga membuat Rezim Zionis semakin ringkih, dan inilah yang diidamkan oleh para musuh Tel Aviv.

Ekonomi Israel tengah melalui hari-hari yang berat. Kesenjangan sosial terus melebar akibat proyek reformasi yudisial. Perselisihan AS-Eropa dengan Israel terus meruncing. Kebijakan Kabinet Netanyahu membuat Tepi Barat secara bertahap menjadi bom waktu. Terutama setelah terjadinya perang, ribuan pekerja dilarang memasuki kawasan Palestina 1948. Yang mendapatkan izin masuk hanya segelintir orang yang bekerja di pos-pos penting.

Jika pelarangan ini berlanjut, menganggurnya ribuan pekerja akan membuat situasi Tepi Barat lebih sulit bagi Israel. Semua ini diakibatkan kebijakan radikal Kabinet Netanyahu. Para analis meyakini, semua kebijakan Netanyahu saat ini bertujuan untuk meloloskannya dari pengadilan dan penjara. Dengan demikian, Rezim Zionis semakin ringkih dari waktu ke waktu.

Perang masih belum usai. Dengan melihat kinerja Militer Israel selama 70 hari ini dan kesiapan Hamas, tampaknya hal luar biasa tidak akan terjadi dalam perang. Oleh karena itu, kita harus menanti sebuah akhir buruk untuk Netanyahu; orang yang disebut Haaretz terlalu fokus kepada Iran, sehingga melalaikan semua aspek keamanan lain, termasuk persiapan Hamas untuk Operasi 7 Oktober. Di sini lain, Netanyahu juga tidak mendapat capaian apa pun di hadapan Iran. Ketika nanti debu perang mengendap, Netanyahu baru akan memahami kedalaman bencana yang ditimbulkannya. (Vahid Samadi/Fars)

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *