Loading

Ketik untuk mencari

Analisa

Saat Mitos ‘Kekuatan Digdaya’ Israel Berubah Jadi ‘Manusia Salju’ di Hadapan Hizbullah

Saat Mitos ‘Kekuatan Digdaya’ Israel Berubah Jadi ‘Manusia Salju’ di Hadapan Hizbullah

POROS PERLAWANAN – Konflik antara Hizbullah dan Israel kini memasuki fase baru yang semakin menegangkan. Serangan-serangan Hizbullah yang lebih terencana dan terarah mulai merusak struktur pertahanan rezim Israel. Selain dampak militer, konflik ini menciptakan krisis internal yang memicu tantangan psikologis bagi warga Zionis dan menimbulkan pertanyaan di kalangan sekutu internasional mereka mengenai kebijakan Netanyahu. Tidak hanya itu, dampak ekonomi akibat perang berkepanjangan ini mulai dirasakan secara signifikan, bersamaan dengan kerentanan strategi militernya.

Serangan Terkoordinasi Hizbullah

Selama dua hari berturut-turut, Hizbullah meluncurkan lebih dari 200 roket yang menghantam target di wilayah utara Israel, termasuk Haifa, Nahariya, dan Safed. Serangan ini menewaskan dan melukai setidaknya 30 tentara Israel, sementara ribuan warga sipil bergegas ke tempat perlindungan. Serangan tersebut merupakan bagian dari taktik baru Hizbullah yang menandai perubahan dalam pertempuran, dengan penggunaan senjata presisi dan drone canggih.

Menurut laporan The Jerusalem Post, serangan ini mengindikasikan peningkatan kemampuan militer Hizbullah, yang sekarang fokus pada perang asimetris dan mengganggu stabilitas internal Israel.

Al Monitor juga menyebutkan bahwa intensitas serangan ini telah menyebabkan krisis psikologis yang mendalam di kalangan penduduk Israel di wilayah perbatasan, dengan banyak dari mereka yang enggan kembali ke rumah setelah mengungsi.

Dampak Ekonomi yang Makin Parah

Selain kerugian fisik akibat serangan roket dan drone, Israel kini menghadapi tantangan ekonomi yang sangat signifikan. Konflik ini menyebabkan kerusakan infrastruktur di wilayah-wilayah utara, khususnya pada fasilitas komersial dan properti penduduk. Menurut Haaretz, setiap hari konflik ini berlangsung, Israel mengalami kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai $500 juta per hari. Ini termasuk biaya operasional militer, kerugian bisnis akibat penutupan kegiatan ekonomi di area-area terdampak, serta hilangnya pendapatan akibat evakuasi warga sipil.

Industri pariwisata, salah satu sektor penting di Israel, juga terhantam keras. Serangan terus-menerus dan ketidakpastian keamanan menyebabkan penurunan drastis jumlah turis yang datang ke “negara” tersebut. The Times of Israel melaporkan bahwa tingkat hunian hotel di kota-kota seperti Haifa dan Tel Aviv turun drastis hingga di bawah 40% dibandingkan dengan musim yang sama tahun lalu, karena wisatawan enggan berkunjung di tengah-tengah ketegangan yang semakin meningkat.

Dampak ekonomi ini semakin memperburuk situasi domestik Israel, yang tengah menghadapi inflasi dan dampak ekonomi dari pandemi COVID-19 beberapa tahun sebelumnya. Rezim Netanyahu kini berada dalam tekanan besar untuk segera menyelesaikan konflik ini atau menghadapi kemerosotan ekonomi yang lebih dalam.

Tantangan Strategi Militer Israel

Dari perspektif militer, Israel mengalami tantangan besar dalam menghadapi serangan Hizbullah yang lebih terorganisasi dan presisi. Meskipun Menteri Pertahanan, Yoav Gallant mengeklaim bahwa Israel berhasil “menghancurkan” infrastruktur Hizbullah di sepanjang perbatasan, kenyataannya serangan roket dan drone terus berlangsung. Sistem pertahanan Iron Dome, yang selama ini diandalkan Israel, telah bekerja keras mengatasi serangan yang meningkat, namun laporan dari BBC menyebutkan bahwa efisiensi sistem ini mulai dipertanyakan karena kewalahan menghadapi serangan massif yang terus-menerus.

Selain itu, strategi serangan udara Israel, yang selama ini menjadi andalan dalam merespons serangan Hizbullah, tampaknya tidak cukup untuk menghentikan gelombang serangan. The Guardian melaporkan bahwa operasi darat di Lebanon untuk menekan Hizbullah juga belum dapat dilakukan secara efektif karena medan pertempuran yang kompleks dan perlawanan sengit dari pasukan Hizbullah. Situasi ini semakin menekan Netanyahu untuk menemukan solusi militer yang lebih efektif, sementara dukungan politik domestik untuk operasi militer berskala besar mulai terkikis.

Kebijakan Netanyahu Terancam Gagal

Selain serangan militer, Israel kini menghadapi tantangan sosial berupa gelombang pengungsian besar-besaran. Netanyahu sebelumnya berjanji untuk mengembalikan para pemukim Zionis yang mengungsi ke rumah mereka di utara Israel. Namun, serangan Hizbullah yang terus berlanjut telah memaksa semakin banyak entitas Israel meninggalkan rumah mereka, membuat rencana Netanyahu tampak semakin tidak realistis. The Times of Israel mencatat bahwa lebih dari 200 ribu pemukim Zionis telah mengungsi dari wilayah utara, dengan banyak dari mereka yang mengalami trauma akibat kekerasan berulang yang mereka alami.

Dampak Psikologis Serangan Roket

Selain kerugian fisik, dampak psikologis dari konflik ini terhadap entitas Israel sangat signifikan. Penelitian dari The Israel Trauma Coalition menunjukkan bahwa serangan roket secara konstan memicu kecemasan, gangguan stres pasca-trauma (PTSD), dan krisis kesehatan mental di kalangan pemukim Israel. Sekolah-sekolah ditutup, dan banyak keluarga enggan kembali ke rumah mereka di wilayah yang dekat dengan perbatasan Lebanon.

Tantangan dari Sekutu Internasional Israel

Tantangan terhadap Netanyahu tidak hanya berasal dari dalam negeri. Di tingkat internasional, beberapa sekutu tradisional Israel mulai mempertanyakan pendekatan kerasnya terhadap Hizbullah dan Gaza. The New York Times melaporkan bahwa Pemerintahan Biden mulai mengisyaratkan ketidakpuasan terhadap intensitas serangan balasan Israel yang menimbulkan korban sipil yang signifikan. Meskipun dukungan militer Amerika Serikat tetap kuat, perbedaan pendapat mengenai strategi politik mulai muncul, terutama terkait solusi jangka panjang yang lebih diplomatis untuk mengakhiri konflik.

Sekutu Eropa seperti Prancis dan Jerman juga mulai mendesak Israel untuk menahan diri. Laporan dari Le Monde menunjukkan bahwa semakin banyak negara Eropa yang mendesak perundingan damai, mengingat meningkatnya korban sipil di kedua belah pihak dan ancaman instabilitas yang lebih besar di kawasan Timur Tengah.

Israel di Ambang Krisis

Meskipun klaim keberhasilan Israel dalam menghancurkan posisi Hizbullah sering terdengar, serangan Hizbullah yang berkelanjutan membuktikan bahwa militer Israel belum mampu sepenuhnya mengatasi ancaman dari utara. The Guardian juga menyoroti bahwa moral pasukan Israel mulai anjlok akibat perlawanan sengit dan dampak dari serangan yang tanpa henti.

Konflik Tanpa Akhir, Risiko yang Berkepanjangan

Konflik antara Israel dan Hizbullah ini menunjukkan bahwa kekuatan militer saja tidak cukup untuk mengamankan kemenangan jangka panjang. Hizbullah berhasil memperluas wilayah operasi mereka dan memaksa Israel ke dalam posisi bertahan, sementara Israel juga menghadapi kerusakan ekonomi dan tantangan psikologis yang semakin parah di dalam negeri. Di luar itu, sekutu-sekutu internasional Israel mulai mempertanyakan strategi Netanyahu, mendorong opsi diplomatik sebagai jalan keluar yang lebih berkelanjutan.

Ke depan, jika konflik ini terus berlanjut tanpa ada intervensi diplomatik, Israel berisiko menghadapi perang gesekan yang berkepanjangan. Ini akan semakin menguras sumber daya ekonomi dan menguji ketahanan sosial-politik di dalam negeri.

Bagi Hizbullah, perang ini mungkin akan menjadi momentum untuk terus memperkuat posisinya di Timur Tengah, dengan dukungan dari berbagai kelompok Perlawanan yang tersebar di wilayah-wilayah konflik lainnya. Implikasinya tidak hanya bagi Israel dan Lebanon, melainkan juga bagi keseimbangan kekuatan geopolitik di Kawasan secara keseluruhan.

Akhirnya, dukungan apa pun yang diberikan oleh negara-negara Barat dan Amerika Serikat (AS) terhadap rezim Zionis, justru menggambarkan bahwa Israel tetap lebih rentan bahkan dari sekadar “sarang laba-laba” sebagaimana sering diungkapkan Syahid Sayyid Hasan Nasrallah. Hingga pada akhirnya, propaganda dan mitos digdaya kekuatan-kekuatan ini tak lebih ibarat “manusia salju”—cepat runtuh dan hancur, meleleh tanpa jejak di hadapan Poros Perlawanan, khususnya Hizbullah. [PP/TM]

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *