Loading

Ketik untuk mencari

Opini

Seolah Berharap Belas Kasihan, Israel Memohon pada Iran: ‘Kalau Boleh, Tolong Jangan Balas Serangan Kami’

Seolah Berharap Belas Kasihan, Israel Memohon pada Iran: ‘Kalau Boleh, Tolong Jangan Balas Serangan Kami’

POROS PERLAWANAN – Ketegangan di Timur Tengah lebih mendidih lagi, dan kali ini, adegan utamanya adalah serangan Israel ke Tehran pada Sabtu dini hari, 26 Oktober.

Dengan latar belakang sejarah panjang yang dihiasi konflik, langkah Israel ini tampaknya bukan lagi sekadar respons militer biasa, tapi sebuah pesan diplomatik berbalut ironi. Ketika serangan telah diluncurkan, yang mengejutkan bukanlah ledakan, melainkan permohonan Israel yang nyeleneh dan unik: “Bolehkah seandainya kalian tidak membalas serangan kami?” Sebuah strategi diplomasi baru, mungkin, di mana serangan dan permintaan damai berjalan beriringan.

Gedung Putih, tentu saja, tidak ketinggalan untuk tampil dalam drama ini. Mereka menyatakan bahwa tanggapan Israel terhadap Iran sejalan dengan keinginan Presiden AS. Mungkin dalam kamus politik modern, menenangkan situasi berarti mendukung serangan yang “terkontrol” dan mengirimkan pesan agar semua tetap tenang. Bisa jadi, ini adalah cara mereka menunjukkan kehadiran Amerika sebagai penengah—meskipun di bawah bayang-bayang misil.

NBC News juga ikut memberi laporan bahwa Israel mengeklaim telah “menyelesaikan” serangan terhadap sasaran di Iran. Seolah-olah ini adalah proyek semalam yang kini bisa dicentang dalam daftar tugas. Dengan kalimat, “Ancaman Israel kepada Iran telah berakhir untuk saat ini”, mereka tampaknya mengisyaratkan bahwa ini hanyalah fase lain dari konflik panjang yang mungkin akan berlanjut di masa depan. Israel bahkan mengimbau agar Iran “tidak merespons” serangan tersebut, seolah berharap bahwa permohonan sederhana bisa menahan lawan dari aksi balasan.

Reporter Axios, Barak Ravid menyampaikan bahwa sebelum serangan itu terjadi, Israel telah lebih dulu memberi tahu Iran agar tidak menanggapi. “Kami akan menyerang secara terbatas,” kata mereka, menambahkan apa yang tampaknya seperti perjanjian: “dan kami sudah menetapkan apa yang tidak akan kami serang.”

Israel seakan berusaha menenangkan lawannya dengan pernyataan bahwa ini hanyalah serangan “sambil lalu”—tidak perlu dianggap terlalu serius. Sebuah cara unik dalam mengelola hubungan militer antarnegara, mungkin.

Namun, tak semua pihak menyambut perkembangan ini dengan riang. Kantor Perdana Menteri Israel memilih untuk menolak memberikan komentar ketika Axios meminta tanggapan, mungkin karena mengakui bahwa setiap kata yang keluar akan menambah lapisan ironi pada situasi yang sudah penuh tanda tanya ini.

Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, dalam nada yang lebih diplomatis, meminta Iran untuk “tidak merespons”. Dalam konferensi pers di Samoa, ia menyerukan pentingnya semua pihak untuk menahan diri, mengimbau agar ketegangan tidak memuncak. “Kita harus menghindari peningkatan ketegangan,” ujarnya, mungkin dengan harapan bahwa saran-saran sederhana ini cukup untuk mengarahkan arah diplomasi di tengah ketegangan yang membara.

Sementara itu, Ketua Oposisi Israel, Yair Lapid menambahkan sudut pandang berbeda dengan mengkritik keputusan untuk tidak menyerang sasaran strategis di Iran. Menurutnya, hal ini adalah “kesalahan besar”. Lapid tampaknya berpikir bahwa jika ketegangan telah mencapai titik ini, sebaiknya semua langkah diambil tanpa keraguan, bukannya setengah-setengah. Dalam pandangannya, jika konflik ini sudah berada di ambang jurang, maka keberanian penuh diperlukan untuk menghadapinya.

Dengan permohonan damai di tengah serangan ini, kita disuguhkan sebuah tontonan diplomasi internasional yang sulit untuk dilewatkan. Serangan militer diikuti dengan permintaan untuk tidak membalas adalah ironi yang mengingatkan kita akan hubungan rumit kedua negara ini. Barangkali kita sedang menyaksikan strategi baru di mana eskalasi dan ketenangan dipertaruhkan di meja yang sama.

Di panggung internasional, di mana setiap gerakan dipantau ketat, permohonan untuk meredam konflik sering kali berjalan bersama dengan realitas bahwa tindakan militer tak dapat dihindari. Mungkin kita sedang melihat strategi baru yang dengan permohonan sederhana untuk “tidak membalas” bisa menjadi bagian dari upaya diplomasi di era modern ini—atau hanya menjadi satu lagi babak dalam buku panjang konflik Timur Tengah. [PP/MT]

Referensi:

1. Council on Foreign Relations (CFR). “Iran’s Nuclear Program and Israel’s Security Concerns.” CFR.
2. NBC News. “U.S. and Israel’s Tensions Over Iran Policy.” NBC News.
3. Axios. “Israel’s Warning to Iran Before Attacks.” Axios.
4. Al Jazeera. “Iran’s Perspective on Regional Tensions.” Al Jazeera.
5. BBC News. “UK’s Position on Israel’s Right to Self-defense in Middle East Conflicts.” BBC.
6. Sky News Arabia. “Yair Lapid’s Critique of Israel’s Strategy.” Sky News Arabia.

Tags:

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *